DISQUS SHORTNAME

Pembelajaran Kimia kelas XI

Senyawa organik mengandung atom karbon dalam molekulnya. Atom karbon memiliki beberapa sifat khas sehingga memiliki kelimpahan yang besar di alam. Yuk kepoin aeperti apa penjelasannya.

Kegiatan Pembelajaran 2

Senyawa Hidrokarbon dapat dibedakan menjadi alkana, alkena dan alkuna. Ingin tahu seperti apa bedanya dan bagaimana cara pemberian namanya? Yuk di cek!.

Modul 1.1 PGP Angkatan 3

Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara.

Tuesday, October 26, 2021

CATATAN SIPENGGERAK: RANGKUMAN MATERI DAN KEGIATAN EKSPLORASI KONSEP MODUL 2.1

Kini saya telah tiba pada bagian eksplorasi konsep pada modul 2.1 Pendidikan Guru Penggerak. Pada tahapan ini saya dihadapkan pada beberapa pertanyaan penuntun dan materi yang disajikan pada LMS dengan bedah kasus. Dari kegiatan tersebut saya mencoba mengenal tentang Pembelajaran Berdiferensiasi untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa. Untuk lebih jelasnya, berikut saya sajikan uraian materi yang saya kutip dalri LMS PGP terkait dengan materi yang disajikan.

Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi

Ingatlah satu persatu murid di kelas Anda. Bagaimanakah karakteristik setiap anak di kelas Anda? Tahukah Anda apa kekuatan mereka? Bagaimana gaya belajar mereka? Apa minat mereka? Siapakah yang memiliki keterampilan menghitung paling baik di kelas Anda? Siapakah yang sebaliknya? Siapakah yang paling menyukai kegiatan kelompok? Siapakah yang justru selalu menghindar saat bekerja kelompok? Siapakah yang level membacanya paling tinggi? Siapakah murid yang masih perlu dibantu untuk meningkatkan keterampilan memahami bacaan mereka? Siapakah yang paling senang menulis? Siapakah yang lebih senang berbicara?

Setiap harinya, tanpa disadari, guru dihadapkan oleh keberagaman yang banyak sekali bentuknya. Mereka secara terus menerus menghadapi tantangan yang beragam dan kerap kali harus melakukan dan memutuskan banyak hal dalam satu waktu. Keterampilan ini banyak yang tidak disadari oleh para guru, karena begitu naturalnya hal ini terjadi di kelas dan betapa terbiasanya guru menghadapi tantangan ini. Berbagai usaha mereka lakukan yang tentu saja tujuannya adalah untuk memastikan setiap murid di kelas mereka sukses dalam proses pembelajarannya.

Bagian selanjutnya, saya dihadapkan pada kasus Ibu Renjani untuk memahami pembelajaran berdifrensiasi. Nah berikut adalah gambaran kasusnya.

Ibu Renjana adalah guru kelas 3 SD dengan jumlah murid sebanyak 32 murid. Di antara 32 murid di kelasnya tersebut, Bu Renjana memperhatikan bahwa 3 murid selalu selesai lebih dahulu saat diberikan tugas menyelesaikan soal-soal perkalian. Karena dia tidak ingin ketiga anak ini tidak ada pekerjaan dan malah mengganggu murid lainnya, akhirnya ia berinisiatif untuk menyiapkan lembar kerja tambahan untuk 3 anak tersebut. Jadi jika anak-anak lain mengerjakan 15 soal perkalian, maka untuk 3 anak tersebut, Bu Renjana menyiapkan 25 soal perkalian.

Berdasarkan ilustrasi kelas tersebut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

  1. Menurut Anda, apakah strategi yang dilakukan oleh Ibu Renjana tepat? Jika ya, mengapa? Jika tidak, mengapa?
  2. Jika Anda adalah Ibu Renjana, apakah yang akan Anda lakukan? Jelaskanlah mengapa Anda melakukan hal tersebut.

 Menurut Tomlinson (2001: 45), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid.

Namun demikian, pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut (chaotic), yang gurunya kemudian harus membuat beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, di mana guru harus berlari ke sana kemari untuk membantu si A, si B atau si C dalam waktu yang bersamaan. Bukan. Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap atau Superman yang bisa ke sana kemari untuk berada di tempat yang berbeda-beda dalam satu waktu dan memecahkan semua permasalahan.

Lalu seperti apa sebenarnya pembelajaran berdiferensiasi?
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:
  1. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
  2. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
  3. Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
  4. Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
  5. Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.

Jika kita mengacu ke kasus Ibu Renjana di atas, maka keputusannya untuk memberikan soal tambahan, dengan jenis soal yang tetap sama serta tingkat kesulitan yang juga sama, kepada tiga murid yang selesai terlebih dahulu, belum dapat dikatakan sebagai diferensiasi. Apalagi, tujuan diberikannya soal tadi adalah agar tiga murid tersebut ada ‘pekerjaan’ sehingga tidak mengganggu murid yang lain.  Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Dengan demikian, Ibu Renjana perlu melakukan identifikasi kebutuhan belajar dengan lebih komprehensif, agar dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar murid-muridnya, termasuk ketiga murid tersebut.

Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Murid

Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. 

Ketiga aspek tersebut adalah:

  1. Kesiapan belajar (readiness) murid
  2. Minat murid
  3. Profil belajar murid

Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).

1. KESIAPAN BELAJAR (READINESS)

Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar kata “Kesiapan Belajar”?

Bayangkanlah situasi berikut ini:

Dalam pelajaran bahasa Indonesia, Bu Renjana ingin mengajarkan muridnya membuat karangan berbentuk narasi. Ia kemudian melakukan penilaian diagnostik. Ia menemukan bahwa ada tiga kelompok murid di kelasnya. 

  • Kelompok A adalah murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan memiliki kosakata yang cukup kaya. Mereka juga cukup mandiri dan percaya diri dalam bekerja.
  • Kelompok B adalah murid yang memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik, namun kosakatanya masih terbatas.
  • Kelompok C adalah murid yang belum memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan kosakatanya pun terbatas.

    Apa yang dilakukan oleh Bu Renjana di atas adalah memetakan kebutuhan belajar berdasarkan kesiapan belajar.

    Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru tersebut.  

    Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001: 46) mengatakan bahwa merancang pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut mewakili beberapa perspektif yang dapat kita gunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam modul ini, kita hanya akan membahas 6 perspektif dari beberapa contoh perspektif  yang terdapat dalam Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (2001: 47).


    Tombol-tombol dalam equalizer mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam modul ini, kita akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).

    1. Bersifat mendasar - Bersifat transformatif
      Saat murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru,  yang mungkin belum dikuasainya, mereka akan membutuhkan informasi pendukung yang  jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk dapat memahami ide tersebut. Mereka juga akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide-ide tersebut.  Selain itu, mereka juga membutuhkan bahan-bahan materi dan tugas-tugas yang bersifat mendasar serta disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Sebaliknya, saat murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka kuasai dan pahami, tentunya mereka membutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif. 
    2. Konkret - Abstrak
      Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret atau sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak. 
    3. Sederhana - Kompleks 
      Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu, yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi pada satu waktu.
    4. Terstruktur - Open Ended
      Kadang-kadang murid perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup baik untuk mereka, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Namun, di waktu lain murid mungkin siap menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.
    5. Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)
      Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir, dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.
    6. Lambat - Cepat
      Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari topik yang lain.

    Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan.  Adapun tujuan melakukan identifikasi atau pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013: 29).


    2. MINAT MURID

    Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri.

    Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah sebagai berikut:                  

    • membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk belajar;
    • mendemonstrasikan keterhubungan antar semua pembelajaran;
    • menggunakan keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan;
    • meningkatkan motivasi murid untuk belajar.

    Minat sebenarnya dapat kita lihat dalam 2 perspektif. Yang pertama sebagai minat situasional. Dalam perspektif ini, minat merupakan keadaan psikologis yang dicirikan oleh peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami pada saat tertentu. Seorang anak bisa saja tertarik saat seorang gurunya berbicara tentang topik hewan, meskipun sebenarnya ia tidak menyukai topik tentang hewan tersebut, karena gurunya berbicara dengan cara yang sangat menghibur,  menarik dan menggunakan berbagai alat bantu visual.  Yang kedua, minat juga dapat dilihat sebagai sebuah kecenderungan individu untuk terlibat dalam jangka waktu lama dengan objek atau topik tertentu. Minat ini disebut juga dengan minat individu. Seorang anak yang memang memiliki minat terhadap hewan, maka ia akan tetap tertarik untuk belajar tentang hewan meskipun mungkin saat itu guru yang mengajar sama sekali tidak membawakannya dengan cara yang menarik atau menghibur. 

    Karena minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran, maka memahami kedua perspektif tentang minat di atas akan membantu guru untuk dapat mempertimbangkan bagaimana ia dapat mempertahankan atau menarik minat murid-muridnya dalam belajar. 

    Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menarik minat murid diantaranya adalah dengan:

    • menciptakan situasi pembelajaran yang menarik perhatian murid (misalnya dengan humor, menciptakan kejutan-kejutan, dsb),
    • menciptakan konteks pembelajaran yang dikaitkan dengan minat individu murid, 
    • mengkomunikasikan nilai manfaat dari apa yang dipelajari murid,
    • menciptakan kesempatan-kesempatan belajar di mana murid dapat memecahkan persoalan (problem-based learning).

    Seperti juga kita orang dewasa, murid juga memiliki minat sendiri. Minat setiap murid tentunya akan berbeda-beda.  Sepanjang tahun, murid yang berbeda akan menunjukkan minat pada topik yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah untuk "menghubungkan" murid pada pelajaran untuk menjaga minat mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kinerja murid.  Hal lain yang perlu disadari oleh guru terkait dengan pembelajaran berbasis minat adalah bahwa minat murid dapat dikembangkan. Pembelajaran berbasis minat seharusnya tidak hanya dapat menarik dan memperluas minat murid yang sudah ada, tetapi juga dapat membantu mereka menemukan minat baru.

    Untuk membantu guru mempertimbangkan pilihan yang mungkin dapat diberikan pada murid, guru dapat mempertimbangkan area minat dan moda ekspresi yang mungkin digunakan oleh murid-murid mereka. (Tomlinson, 2001).


    Berikut ini adalah contoh mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar berdasarkan minat:

     

    3. PROFIL BELAJAR MURID

    Profil Belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai individu paling baik belajar. Tujuan dari mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri.  Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka. 

    Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:

    • Preferensi terhadap lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan, tingkat kebisingan, jumlah cahaya, apakah lingkungan belajarnya terstruktur/tidak terstruktur,  dsb. 
      Contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu bising, terlalu terang, dsb.  
    • Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.
    • Preferensi gaya belajar.
      Gaya belajar adalah bagaimana murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi baru.  Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu:
      1. visual: belajar dengan melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar, menampilkan diagram, power point, catatan, peta, graphic organizer ); 
      2. auditori: belajar dengan mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca dengan keras, mendengarkan pendapat  saat berdiskusi, mendengarkan musik); 
      3. kinestetik: belajar sambil melakukan (misalnya bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on, dsb).
        Mengingat bahwa murid-murid kita memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka penting bagi guru untuk berusaha untuk menggunakan kombinasi gaya mengajar.
    • Preferensi berdasarkan kecerdasan  majemuk (multiple  intelligences): visual-spasial, musical, bodily-kinestetik, interpersonal, intrapersonal, verbal-linguistik, naturalis, logic-matematika. 
    Berikut ini adalah contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Profil Belajar murid:
    Pak Neon akan mengajar pelajaran IPA, dengan tujuan pembelajaran yaitu agar murid dapat mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup. Berdasarkan identifikasi yang ia lakukan, Pak Neon telah mengetahui bahwa sebagian muridnya adalah pembelajar visual, sebagian lagi adalah pembelajar auditori, dan pembelajar kinestetik. Untuk memenuhi kebutuhan belajar murid-muridnya tersebut, Pak Neon lalu memutuskan untuk melakukan  beberapa hal berikut ini:

    1. Saat mengajar,  Pak Neon:
      • menggunakan banyak gambar atau alat bantu visual saat menjelaskan.
      • menyediakan video yang dilengkapi  penjelasan lisan yang dapat diakses oleh murid.
      • membuat beberapa sudut belajar atau display yang ditempel di tempat-tempat berbeda untuk memberikan kesempatan  murid bergerak saat mengakses informasi.
    2. Saat memberikan tugas, Pak Neon memperbolehkan murid-muridnya memilih cara mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup. Murid boleh menunjukkan pemahaman dalam bentuk gambar, rekaman wawancara maupun  performance atau role-play.

    Berikut adalah beberapa contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid

    Guru dapat mengidentifikasi kebutuhan murid dengan berbagai cara. Berikut ini adalah beberapa contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid.

    1. mengamati perilaku murid-murid mereka; 
    2. mengidentifikasi pengetahuan awal yang dimiliki oleh murid terkait dengan topik  yang akan dipelajari;
    3. melakukan penilaian untuk menentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka saat ini, dan kemudian mencatat kebutuhan yang diungkapkan oleh informasi yang diperoleh dari proses penilaian tersebut;
    4. mendiskusikan kebutuhan murid  dengan orang tua atau wali murid;
    5. mengamati murid ketika mereka sedang menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas;
    6. bertanya atau mendiskusikan permasalahan dengan murid;
    7. membaca rapor murid dari kelas mereka sebelumnya untuk melihat komentar dari guru-guru sebelumnya atau melihat pencapaian murid sebelumnya;
    8. berbicara dengan guru murid sebelumnya;
    9. membandingkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan tingkat pengetahuan atau keterampilan yang ditunjukkan oleh murid saat ini;
    10. menggunakan berbagai penilaian penilaian diagnostik untuk memastikan bahwa murid telah berada dalam level yang  sesuai;
    11. melakukan survey untuk mengetahui kebutuhan belajar murid;
    12. mereview dan melakukan refleksi terhadap praktik pengajaran mereka sendiri untuk mengetahui efektivitas pembelajaran mereka; dll. 

    Daftar di atas hanya beberapa contoh saja. Masih banyak cara lain yang dapat guru lakukan untuk mendapatkan informasi atau mengidentifikasi kebutuhan belajar murid-murid mereka. Dapatkah Bapak/Ibu mengidentifikasi cara lainnya?

    Perlu diperhatikan bahwa mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid, tidak selalu harus melibatkan sebuah kegiatan yang rumit. Guru yang memperhatikan dengan saksama hasil penilaian formatif, perilaku murid atau terbiasa mendengarkan dengan baik murid-muridnya biasanya akan dengan mudah mengetahui kebutuhan belajar murid-muridnya. 
     untuk memahami lebih lanjut, simaklah video berikut:




    Sunday, October 24, 2021

    CATATAN SIPENGGERAK: JURNAL REFLEKSI MINGGUAN MINGGU KE-9

    Tanpa terasa kini saya telah melewati Paket Modul 1 PGP angkatan 3. Banyak hal menarik yang saya dapatkan pada paket modul 1 ini. Perasaan senang, risau dan terkadang penat saya rasakan selama melewatinya. Namun, hal itu seakan terjawab setelah sekian lama saya berkutat karena keraguan telah sirna oleh pemikiran baru dalam memandang pendidikan, khususnya dalam merancang pembelajaran yang berpihak pada murid.

    Kini, lembaran baru telah menyongsong, yakni paket Modul 2. Pada paket modul ini, saya mengawali dengan mempelajari tentang pembelajaran berdiferensiasi yang dapat menjawab pemenuhan kebutuhan belajar siswa. Nah, bagaimana refleksi pembelajaran di minggu ke-9 ini? berikut akan saya tampilkan.



    Monday, October 11, 2021

    REFLEKSI BUDAYA POSITIF

     

    REFLEKSI TERBIMBING MODUL 1.4

    BUDAYA POSITIF

    Oleh: Kd. Dwija Negara

     

     

     

    1.      Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?

    Tanggapan:

    Dari apa yang telah saya pelajari terkait hal diatas, saya memahami bahwa disiplin positif yang membangun karakter positif merupakan salah satu budaya positif di sekolah. Untuk dapat mewujudkan disiplin positif, maka kita harus menyadari bahwa disiplin bukanlah semata-mata berkenaan dengan aturan dan sangsi, melainkan adalah disiplin diri yang berakar dari kesadaran dan keyakinan diri. Dengan kata lain, disiplin positif didasari pada motivasi interinsik, bukan motivasi eksterinsik. Untuk dapat memicu motivasi interinsik pada diri siswa, guru harus mampu mengubah paradigma dari teori stimulus respon menuju teori kontrol, dalam perannya menumbuhkan budaya positif. Ada lima posisi kontrol yang perlu dipahami yakni sebagai penghukum, pembuat orang merasa bersalah, menjadi teman, pemantau/monitor serta posisi manajer. Sebisa mungkin kita sebagai guru perlu menempatkan diri dalam posisi manajer dalam mengontrol prilaku disiplin positif. Dalam mengontrol disiplin diri siswa, kita perlu membuat kesepakatan bersama siswa tentang nilai-nilai kebijaksanaan yang perlu mereka yakini. Hal ini tertuang dalam keyakinan sekolah, sebagai pengganti aturan-aturan yang lebih bersifat stimulus-respon dalam bentuk sangsi atau konsekuensi. Keyakinan sekolah ini akan dapat memenuhi kebutuhan dasar anak sehingga dengan terpenuhinya 5 kebutuhan dasar tersebut maka anak akan memiliki motivasi interinsik untuk berprilaku positif. Kelima kebutuhan dasar tersebut diantaranya kebutuhan bertahan hidup, cinta dan kasih sayang, penguasaan, kebebasan dan kesenangan. Ketika ada satu pelanggaran disiplin, maka akan ada kebutuhan dasar anak yang belum terpenuhi. Maka dari itu, hal yang dapat dilakukan adalah dengan menawarkan restitusi kepada anak. Restitusi dapat menguatkan karakter anak dan tidak akan menimbulkan trauma kepadanya. Langkah restitusi yang harus diterapkan guru tertuang pada segitiga restitusi yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah serta menanyakan keyakinan.

     

    2.      Tuliskan pengalaman Anda dalam menggunakan konsep-konsep inti  tersebut dalam menciptakan budaya positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda.

    Tanggapan:

    Setelah saya mengikuti PGP dan menyadari tentang pentingnya melibatkan siswa dalam penentuang pembelajaran sebagai wujud pembelajaran yang berpihak pada murid, saya mulai menerapkan membuat kesepakatan kelas tentang hal-hal positif yang harus mereka yakini perlu adanya ketika pelaksanaan pembelajaran. Hal-hal positif tersebut mereka tuliskan dalam stickynote dan saya bacakan serta selanjutnya dituliskan sebagai bentuk keyakinan akan budaya positif yang perlu mereka jaga selama pembelajaran. Dengan demikian, saya berharap motivasi untuk menerapkan disiplin positif berasal dari dalam diri mereka.

     

    3.      Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, ada di posisi manakah Anda? Anda boleh menceritakan situasinya dan posisi Anda saat itu.

    Tanggapan:

    Jika bercermin secara global dari apa yang pernah saya lakukan selama ini di lingkungan sekolah maupun di kelas, saya pernah menerapkan segitiga restitusi dalam menangani masalah siswa, walaupun tidak secara hirarki seperti yang tertera pada modul. Ketika itu, salah satu anak didik saya dalam ekstra kurikuler mengambil helm temanya ketika ada kegiatan disekolah. Kecurigaan tertuju kepada anak didik tersebut karena telah tertangkap kamera CCTV. Pada akhirnya saya dan guru BK memanggil anak tersebut. Pada kesempatan itu saya mencoba menjadi mentor terhadap si anak dan mencoba memotivasi dirinya untuk mau secara sukarela. Akhirnya si anak mengakuinya dengan lapang dada. Pada kesempatan itu saya juga meyakinkan pada si anak bahwa yang dilakukannya tidak sesuai dengan seharusnya karena merugikan temannya. Ia menyadari kesalahannya tersebut. Dengan mengajukan beberapa pertanyaan, akhirnya sianak menceritakan mengapa Ia melakukan hal tersebut dan dari sana saya menyadari bahwa apa yang dilakukannya adalah untuk memenuhi kebutuhannya dalam bertahan hidup. Dalam kesehariannya, si anak tinggal sendiri di rumah neneknya berpisah dengan orang tuanya karena ingin belajar mandiri. Tiap minggunya Ia harus cukup bertahan hidup dengan uang Rp 20.000. Ia enggan meminta uang lebih kepada orang tuanya karena merasa kasihan melihat kedua orang tuanya yang di PHK akibat pandemi. Ketika itu, Ia sudah tidak dapat berfikir panjang karena sudah terdesak kebutuhan sehingga mengambil helm temannya. Namun, setelah diambia Ia bingung apa yang akan dilakukan selanjutnya terhadap helm tersebut sehingga helm itu hanya disimpan saja. Saya menanyakan kepadanya apa yang akan dilakukan selanjutnya. Lalu anak tersebut menjawab bahwa Ia akan mengembalikan helm tersebut kepada temannya dan meminta maaf. Akhirnya si anak bertemu dengan pemilik helm dan mengembalikan helm tersebut dan meminta maaf. Dari proses tersebut akhirnya pihak sekolah memanggil orang tua korban dan menyampaikan keadaan si anak dan akhirnya si anak kembali tinggal bersama orang tuanya.

     

    4.      Perubahan  apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?

    Tanggapan:

    Hal yang paling saya rasakan dalam pemikiran saya yakni pada pola pikir saya tentang penerapan disiplin diri. Dulu saya memandang bahwa aturan ketat dana sangsi atas pelanggaran aturan akan dapat menciptakan disiplin diri siswa. Namun, setelah belajar modul ini saya baru menyadari bahwa dalam menciptakan budaya positif khususnya yang berkenaan dengan disiplin diri diperlukan motivasi dari dalam diri bukan berupa aturan. Jadi yang selama ini saya yakini hanya sebuah ilusi bahwa siswa saya telah berdisiplin.

     

    5.      Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin pembelajaran?

    Tanggapan:

    Sangat penting untuk mempelajari modul ini. Sebagai individu dan pemimpin pembelajaran. Dengan mengetahui bagaimana teori dan pola penerapan disiplin positif yang menekankan pada motivasi interinsik bukan motivasi eksterinsik maka nantinya akan menciptakan siswa dengan karakter positif yang kuat serta siswa berbudi pekerti luhur dengan selalu berpijak pada nilai-nilai kebijaksanaan. Hal yang menurut saya sangat penting adalah dalam menerapkan restitusi, penting bagi kita mengetahui terlebih dahulu kebutuhan dasar anak yang belum terpenuhi sehingga restitusi yang dilakukan dapat menjawab kebutuhan tersebut.

     

    6.      Apa yang Anda bisa lakukan untuk membuat dampak/perbedaan di lingkungan Anda setelah Anda mempelajari modul ini?

    Tanggapan:

    Saya akan menguatkan penerapan kesepakatan kelas dalam membentuk keyakinan kelas untuk menerapkan budaya positif di kelas. Langkah lain yang akan saya lakukan adalah dengan membuat keyakinan pada bidang ekstrakurikuler khususnya Pramuka, yang tetap berpegang pada nilai Tri Satya dan Dasa Darma sehingga pemberian sangsi/konsekuensi dapar dialihkan sebagai sebuah restitusi selama kegiatan ekstrakurikuler Pramuka.

     

    7.      Selain konsep-konsep tersebut, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?

    Tanggapan:

    Hal lain yang penting menurut saya untuk dipelajari dan digali adalah menggali budaya lokal yang selaras dengan konsep-konsep yang ada pada topik ini yang dapat saling menguatkan. Nilai-nilai budaya lokal tersebut dapat saya jadikan sebagai nilai kebajikan yang nantinya akan menjadi keyakinan kelas ataupun keyakinan sekolah.

     

    8.      Langkah-langkah awal apa yang akan Anda lakukan jika kembali ke sekolah/kelas Anda setelah mengikuti sesi ini?

    Tanggapan:

    Langkah awal yang saya lakukan adalah menguatkan kembali apa yang selama ini saya lakukan berkenaan dengan keyakinan kelas dengan topik yang sudah saya pelajari selama ini. Saya akan merefleksi terkait dampak penerapannya dan nanti dapat saya bagikan pada komunitas praktisi sekoalh untuk nantinya dapat dijadikan rujukan bagi rekan guru.

    Tuesday, October 5, 2021

    LAJU REAKSI

     

    PENGERTIAN LAJU REAKSI DAN ORDE REAKSI





    Kalian tentu pernah bermain petasan  kan? Apa yang terjadi ketika sumbu petasan disulut api? Tentu akan meledak bukan? Kenapa petasan dapat meledak? Ledakan petasan itu disebabkan karena adanya reaksi yang sangat cepat dan eksotermik.

    Lalu, apakah di alam ini hanya akan terjadi reaksi yang cepat saja? Tentu saja tidak, di alam juga terdapat reaksi yang lambat, seperti pada proses pembusukan makanan. Apakah kalian pernah melihatnya? Kalian tentu tahu bagaimana bentuk nasi yang belum busuk. Namun, tahukah kalian bagaimana proses yang terjadi ketika nasi  itu dibiarkan dan akhirnya menjadi busuk? Reaksi yang terjadi ini umumnya membutuhkan waktu yang lama.  Karena akan terjadi penguraian zat-zat kimia dalam nasi. Zat kimia yang terdapat pada nasi diuraikan oleh zat-zat yang dimiliki oleh jamur penyebab pembusukan pada roti.

    Dari kedua fenomena tersebut, kalian telah mengetahui bahwa reaksi ada yang berlangsng lambat dan ada yang berlangsung cepat. Tahukah kalian berapa kecepatan reaksi tersebut? Kalian dapat mengetahuinya dengan mengukur waktu yang dibutuhkan oleh kedua fenomena tersebut ketika bereaksi. Kemudian kalian akan dapat menentukan kecepatan dari reaksi tersebut. Bagaimana caranya menentukannya? Di dalam kimia, kalian dapat mengetahuinya menentukan laju reaksi. Apa itu laju reaksi? Dan bagaimana laju reaksi dapat menjelaskan kecepatan reaksi dari kedua fenomena tersebut? Untuk mengetahuinya, mari kita bahas tentang laju reaksi pada pembahasan berikut ini.  


    A.           Pengertian Laju Reaksi

    Pada fenomena pembakaran kembang api dan pembusukan nasi, kalian telah mengetahui bahwa reaksi dapat berlangsung dengan cepat atau lambat.  Kedua reaksi tersebut memiliki perbedaan kecepatan reaksi. Untuk menyatakan seberapa cepat reaksi itu berlangung, dalam ilmu Kimia digunakan istilah laju reaksi. Berdasarkan Teori Tumbukan  laju reaksi sebanding dengan jumlah tumbukan efektif perdetik antara partikel-partikel yang bereaksi. Apa itu laju reaksi? Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan kosentrasi pereaksi atau hasil reaksi per satuan waktu. Perhatikan persamaan reaksi berikut ini.

    Reaktan   →    Produk

    Apa yang dapat kalian definisikan dari persamaan tersebut? Persamaan reaksi tersebut menggambarkan suatu reaksi dimana reaktan akan menghasilkan sejumlah produk tertentu. Proses pembentukan produk ini dapat digambarkan seperti pada grafik berikut ini:


    Berdasarkan grafik tersebut dapat diketaui bahwa jumlah produk dalam reaksi akan semakin bertambah, sementara jumlah reaktan akan semakin berkurang karena digunakan untuk menghasilkan produk dalam waktu tertentu. (lajunya mula-mula cepat, lambat dan akhirnya ttap, pada saat setimbang)Waktu yang dibutuhkan adalah waktu reaktan bereaksi hingga habis dan menghasilkan sejumlah produk yang maksimal. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa laju reaksi adalah laju berkurangnya jumlah reaktan atau laju bertambahnya jumlah produk per satuan waktu. Satuan jumlah zat pereaksi dan produk bermacam-macam, misalnya gram, mol, atau kosentrasi. Sedangkan satuan waktu yang digunakan adalah detik, menit, jam, hari, ataupun tahun. Dalam suatu reaksi kimia banyak digunakan zat kimia berupa larutan atau berupa gas dalam keadaan tertutup, sehingga dalam laju reaksi digunakan satuan molaritas (M).
    Secara umum, laju reaksi dapat dinyatakan dengan:


    Pada persamaan tersebut, tf merupakan waktu awal reaksi dan ti merupakan waktu reaksi berakhir. Konsentrasi dapat dituliskan dengan […], sehingga persamaan 1.2  dapat di tuliskan dengan:


    Laju rekasi umunya dinyatakan dalam satuan mol/liter detik atau M/s

    Dari persamaan tersebut, laju reaksi untuk pereaksi maupun produk dapat diturunkan. Rumus laju reaksi pereaksi dan produk, dapat dituliskan sebagai berikut:


    Berdasarkan rumusannya dapat diketahui bahwa laju pereaksi bertanda negatif dan laju produk bertanda positif. Hal ini disebabkan pada pereaksi, kosentrasi awal jauh lebih besar daripada kosentrasi akhirnya, sehingga perubahan kosentrasi pereaksi, didapatkan dengan hasil yang negatif (berkurang pereaksinya). Sementara pada produk, kosentrasi awal masih dapat dikatakan belum ada, karena belum terbentuk produknya. Namun, setelah reaksi, kosentrasi produknya akan semakin besar, sehingga perubahan kosentrasi produk, didapatkan dengan hasil yang positif (bertambah produknya). Sehingga rumusan laju produk dituliskan dengan positif (+) dan laju pereaksinya adalah (-).



    A.           Orde Reaksi dan Persamaan Laju Reaksi

    Laju reaksi akan dipengaruhi oleh setiap perubahan konsentrasi zat-zat yang bereksi. Sehingga pengaruh tersebut secara matematis ditunjukkan dalam suatu persamaan laju reaksi .Untuk persamaan reaksi:

                mA + nB  → pC + qD

    Maka persamaan lajunya adalah:

     r = k [A]x[B]y

    Keterangan: 

    r = laju reaksi (m/s)

    k = konstanta laju

    [A] = konsentrasi zat A

    [B] = konsentrasi zat B

    x = orde reaksi terhadap A

    y = orde reaksi terhadap B

    x + y = orde total reaksi

    Orde reaksi menyatakan kelipatan pertambahan laju reaksi. Orde reaksi sering disebut tingkat reaksi. Sehingga untuk reaksi di atas merupakan reaksi tingkat (m + n), yakni tingkat m terhadap zat P dan tingkat n terhadap zat Q

             Orde reaksi hanya dapat ditentukan berdasarkan hasil percobaan.

    Contoh :

    Untuk reaksi  :  P  +  Q                  R   +  S        diperoleh data sebagai berikut , 

    Tentukanlah :

             1. Orde reaksi terhadap P (m)              4. Harga konstanta reaksi

             2. Orde reaksi terhadap Q (n)               5. Laju reaksi jika : = [P] 0,6 M dan  =[Q]  0,4 M

             3. Persamaan laju reaksi.

    Jawaban :

             Rumus umum laju reaksinya : V = k[P]m[Q]n