DISQUS SHORTNAME

Pembelajaran Kimia kelas XI

Senyawa organik mengandung atom karbon dalam molekulnya. Atom karbon memiliki beberapa sifat khas sehingga memiliki kelimpahan yang besar di alam. Yuk kepoin aeperti apa penjelasannya.

Kegiatan Pembelajaran 2

Senyawa Hidrokarbon dapat dibedakan menjadi alkana, alkena dan alkuna. Ingin tahu seperti apa bedanya dan bagaimana cara pemberian namanya? Yuk di cek!.

Modul 1.1 PGP Angkatan 3

Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara.

Friday, November 26, 2021

Thursday, November 11, 2021

CATATAN SIPENGGERAK: MATERI MODUL 2.2, PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL

Bapak Ibu CGP hebat, kali ini kita telah sampai pada modul 2.2 dengan materi tentang Pembelajaran Sosial Emosional. Pada modul ini kita diharapkan mampu mengelola aspek sosial dan emosional dalam berperan  sebagai guru, serta menerapkan pembelajaran sosial  dan emosional  dalam  lingkup kelas, lingkungan sekolah, dan komunitas. 

Pembelajaran Sosial dan Emosional yang ditujukan untuk jenjang pendidikan usia dini hingga menengah ini dikembangkan pada tahun 1994 oleh sekelompok pendidik, peneliti, dan pendamping anak (salah satunya adalah Psikolog Daniel Goleman, pencetus teori Kecerdasan Emosi).  Kerangka Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis penelitian ini bertujuan untuk mendorong perkembangan anak secara positif dengan program yang terkoordinasi secara lebih baik antara berbagai pihak dalam komunitas sekolah.

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuanketerampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosionalAda lima hal yang menjadi tujuan dari pembelajaran sosial dan emosional ini, yakni:

  1. memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri)
  2. menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)
  3. merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
  4. membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi)
  5. membuat keputusan yang bertanggung jawab.  (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)
Dalam mengimplementasikan pembelajaran sosial dan emosional (PSE) dapat dilakukan dengan empat cara. Keempat cara tersebut adalah sebagai berikut.
  1. Mengajarkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE)  secara spesifik dan eksplisit
  2. Mengintegrasikan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya interaksi dengan murid
  3. Mengubah kebijakan dan ekspektasi sekolah terhadap murid
  4. Mempengaruhi pola pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan lingkungan.
Dalam penerapannya, PSE dapat dilakukan dengan pendekatan-pendekatan. Salah satu pendekatan yang dapat menjadi langkah dalam menerapkan PSE adalah dengan pendekatan SEL (social-emotional learning). SEL atau pembelajaran sosial dan emosi adalah istilah yang dikenal dalam dunia pendidikan di Barat (terutama Amerika dan Eropa) sejak 1990-an. SEL adalah proses mengembangkan kemampuan (skills), sikap (attitude), dan nilai yang diperlukan untuk mendapatkan kemampuan sosial dan emosi. Melalui SEL, anak dan orang dewasa belajar mengenali dan mengelola emosi, perhatian kepada orang lain, membuat keputusan yang baik, berperilaku etis dan bertanggung jawab, mengembangkan relasi positif, serta mencegah atau menghindari perilaku negatif. Pendidikan sosial dan emosional dimaksudkan untuk membantu peserta didik mengembangkan sikap, perilaku, dan pemahaman (cognition) untuk menjadikan mereka sehat dan mampu dalam dimensi sosial, emosi, dan akademik serta fisik.
Istilah ini merujuk pada kemampuan mengelola aspek-aspek sosial dan emosi dari kehidupan seseorang termasuk kesadaran diri (self-awareness), kendali hawa nafsu, bekerja sama, perhatian terhadap dirinya dan orang lain. Pendekatan ini mengintegrasikan 4 elemen yang diwakilkan dengan akronim SAFE. Keempat elemen tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
  1. Sequential/berurutan:   Aktivitas yang terhubung dan terkoordinasi untuk mendorong pengembangan keterampilan
  2. Active/aktif: bentuk Pembelajaran Aktif yang melibatkan murid untuk menguasai keterampilan dan sikap baru
  3. Focused/fokus: ada unsur pengembangan keterampilan sosial maupun  personal
  4. Explicit/eksplisit: tertuju pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional tertentu secara eksplisit.
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang SEL dapat disimak video berikut:

Apakah Pembelajaran Sosial-Emosional? 
Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) adalah hal yang sangat penting. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik. PSE mencoba untuk memberikan keseimbangan pada individu dan mengembangkan kompetensi personal yang dibutuhkan untuk dapat menjadi sukses. Bagaimana kita sebagai pendidik dapat menggabungkan itu semua dalam pembelajaran sehingga anak-anak dapat belajar menempatkan diri secara efektif dalam konteks lingkungan dan dunia. Pandangan lama menyatakan bahwa pengetahuan adalah informasi yang dapat ditransfer ke otak seperti mesin mekanis. Yang benar adalah, pengetahuan bersifat konstruktif; semua proses pembelajaran bersifat saling berhubungan; emosi menarik perhatian, dan perhatian mendorong terjadinya proses belajar. PSE adalah mengenai bagaimana kita menjalankan sekolah. Pembelajaran sosial-emosional adalah tentang pengalaman apa yang akan dialami siswa, apa yang dipelajari siswa dan bagaimana guru mengajar. Kita dapat merancang bagaimana sekolah dan ruangan kelasnya, bagaimana waktu belajar, ruangruangan yang ada di sekolah, hubungan dengan komunitas sekolah dan keluarga dan yang lainnya sebagai tempat pertukaran pengetahuan, pengetahuan tentang dunia; pengetahuan tentang diri sendiri dan pengetahuan tentang orang lain yang berinteraksi dengan kita. Pengalamanpengalaman tersebut membantu siswa memahami diri mereka sendiri dan orang lain. Dengan demikian kita berbicara tentang anak secara utuh. Apakah anak kita memiliki kesadaran diri, apakah mereka memiliki pemahaman kesadaran sosial, apakah mereka mampu mengambil keputusan yang baik dan bertanggung jawab. Baru setelah itu, kita membahas mengenai konteks akademis dan semua keterampilan-keterampilan penting yang kita butuhkan untuk dapat berhasil dalam hidup. Anak belajar saat hati mereka terbuka, terhubung dengan lingkungan sekitar serta adanya tujuan. Belajar adalah anugerah. Melalui pembelajaran sosial-emosional, kita menciptakan kondisi yang mengizinkan semua anak mengakses anugerah tersebut. 


Monday, November 1, 2021

CATATAN SIPENGGERAK: REFLEKSI PEMBELAJARAN BERDIFRENSIASI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN BELAJAR SISWA

 REFLEKSI TERBIMBING 

PEMBELAJARAN BERDIFRENSIASI 

DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN BELAJAR SISWA

Oleh: Kd. Dwija Negara

 

 

 

 

1.    Dari apa yang sudah Anda pelajari, materi apa yang menurut Anda dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang terkait dengan pembelajaran di kelas Anda?

Tanggapan:

Selama ini saya pernah mencoba memetakan minat dan gaya belajar siswa secara otodidak sebatas pengetahuan saya yang pernah saya pelajari ketika kegiatan PPG dengan menggunakan angket. Namun saya belum mampu untuk memetakan kesiapan belajar siswa apalagi dalam mengkategorikannya serta memetakannya. Dengan apa yang saya pelajari dalam modul ini saya lebih memahami tentang pemetaan kebutuhan belajar siswa khususnya pada aspek kesiapan belajar. Dengan mempelajari modul ini saya mendapatkan pemahaman mengenai memetakan kebutuhan belajar murid dengan berbagai cara yang telah disajikan dalam modul, baik melalui wawancara/diskusi, observasi, maupun dengan menggunakan instrumen. Menurut saya hal ini merupakan wujud nyata dari penerapan pembelajaran yang berpihak pada murid. Materi lain yang menurut saya sangat membantu yakni tentang teknik pendifrensiasian konten, proses dan produk. Dengan video yang diberikan, saya mendapatkan pemahaman  bagaimana mendifrensiasikan pembelajaran dengan tiga strategi tersebut sehingga kebutuhan belajar siswa secara individu dapat terpenuhi.

 

2.    Apa yang menurut Anda sulit untuk diterapkan? Mengapa menurut Anda hal tersebut sulit diterapkan?

Tanggapan:

Hal yang bagi saya sulit untuk dilakukan adalah dalam mendifrensiasikan konten jika dipandang dari pemenuhan kesiapan belajar. Saya belum memahami lebih jauh bagaimana membuat media atau bahan ajar yang dapat memenuhi kebutuhan belajar siswa sesuai dengan variasi struktur. Hal lain dari dampak tersebut adalah dalam difrensiasi proses selama PTMT saya akan mendapatkan kesulitan dalam memberikan dukungan kepada kelompok siswa yang belum berkembang dan mulai berkembang. Hal ini tentunya akan sulit dilakukan selama PTMT.

 

3.    Jika Anda harus menerapkan hal yang sulit tersebut, dukungan Apa yang Anda perlukan? Kemana atau bagaimana Anda akan dapat mengakses dukungan tersebut.

Tanggapan:

Dalam hal ini saya memerlukan dukungan dari pihak manajemen sekolah, rekan guru serumpun, orang tua siswa serta yang terpenting adalah dukungan siswa dikelas yang saya ajarkan. Dalam hal ini saya ingin menerapkan pembelajaran Blended Learning khususnya dengan pendekatan kelas terbalik sehingga saya membutuhkan dukungan dari manajemen sekolah dalam hal perizinan. Dukungan yang saya harapkan dari rekan sejawat yakni sharing bahan ajar, media dan masukan-masukan produktif sehingga kesulitan saya dalam mendifrensiasikan konsep yang bervariasi secara struktur dapat diatasi. Karena saya menerapkan pembelajaran kelas terbalik, tentunya dukungan dari orang tua juga sangat saya perlukan. Dalam hal ini saya membutuhkan dukungan orang tua untuk memberikan waktu yang lebih leluasa kepada anak untuk mengakses pembelajaran dirumah, khususnya bagi siswa yang menggunakan gadget bersama-sama dengan saudara ataupun orang tua.


Tuesday, October 26, 2021

GO-STEM UNTUK MENUMBUHKAN KETERAMPILAN ABAD 21 SELAMA BDR

 GO-STEM

UNTUK MENUMBUHKAN KETERAMPILAN ABAD 21

SELAMA BDR

Oleh: Kd. Dwija Negara

 

Tanpa terprediksi sebelumnya, pandemi Covid 19 telah membawa suatu perubahan terhadap tatanan kehidupan manusia. Pandemi tersebut bedampak juga pada dunia pendidikan di Indonesia, dimana pemerintah akhirnya mengeluarkan instruksi untuk mrlakukan belajar dari rumah (BDR) sejak bulan maret tahun 2020. Hal ini menjadi sebuah tantangan dan cobaan begitu berat bagi saya, karena baru pertama kali harus mengajar tanpa bertatap muka langsung dengan peserta didik.

Terkait dengan hal tersebut, di sekolah saya mengajar yakni di SMA Negeri 1 Banjarangkan  berupaya untuk melaksanakan program dari kemdikbud yaitu kegiatan Belajar Dari Rumah (BDR) yang ditujukan kepada seluruh peserta didik. Belajar Dari Rumah adalah pembelajaran yang cukup baru, karena pembelajaran ini menggunakan prinsip daring dan adanya interaksi antara guru dan peserta didik secara online. Beberapa permasalahan yang muncul dan harus saya hadapi dari BDR diantaranya mencakup masalah penggunaan metode yang digunakan dalam proses pembelajaran, bentuk kelas maya yang digunakan dan bagaimana melaksanakan penilaiannya.

Berkaitan dengan hal tersebut, selama tahun 2020 saya melakukan kegiatan pembelajaran yang sebatas hanya memberikan materi dan tugas kepada peserta didik. Di awal kegiatan BDR, antusiasme peserta didik dalam menyelesaikan tugas tersebut masih baik. Respon peserta didik terhadap tugas yang saya berikan masih bagus dan pengumpulan tugas peserta didik juga masih tepat waktu. Namun, setelah berjalannya waktu, tepatnya di awal tahun ajaran 2020/2021 saya melihat respon peserta didik makin menurun dan pengumpulan tugas dari peserta didik juga mulai banyak yang terlambat. Disinipun saya mulai berfikir bahwa ada yang salah dari pembelajaran daring yang saya lakukan.

Disisi lain ada hal yang lebih besar yang terus membebani saya. Saya merasa bukan lagi seorang pendidik yang melakukan perannya yang “menghamba” pada peserta didik, tetapi hanya sebagai pemberi beban bagi mereka dengan memberikan tugas saja. Selain itu, hal yang lebih besar dari itu saya merasa tidak memberikan mereka ruang untuk mengembangkan kompetensi mereka seperti yang menjadi amanat kurikulum, yakni kompetensi abad 21 yang mencakup berfikir kritis, kreatif, kolaboratif serta komunikatif.

Salah satu video siswa sebagai hasil karya dalam pembelajaran (Sumber:doc. pribadi penulis)

Beruntung di tahun 2020 pemerintah meluncurkan program Guru Belajar Seri Pandemi. Disana saya mendapatkan berbagai pengetahuan tentang merancang pembelajaran jarak jauh yang dapat saya terapkan dalam BDR tersebut. Dari apa yang saya dapatkan dalam kegiatan pelatihan tersebut saya berkeinginan merancang pembelajaran jarak jauh yang setidaknya dapat diakses seluruh peserta didik dan tentunya dapat meredakan beban fikiran saya khususnya dalam menumbuhkan keterampilan abad 21 yang harus tetap ditumbuhkan dan menjadi fokus pula dalam penilaian saya terhadap aspek keterampilan.

Dalam memulai upaya tersebut, langkah awal yang saya lakukan adalah dengan menyebarkan angket terkait kesiapan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran jarak jauh melalui form online. Disini saya ingin mengetahui media pembelajaran yang diminati peserta didik sehingga mereka dapat belajar lebih mudah dan menyenangkan. Selain itu, saya juga ingin mengetahui gaya belajar dari peserta didik sehingga saya tau apa yang harus saya siapkan dalam pembelajaran. Selain itu, saya juga ingin mengetahui apakah seluruh peserta didik memiliki gawai serta jaringan internet yang memadai untuk mengikuti kegiatan BDR tersebut.

Dari hasil penyebaran angket tersebut, banyak hal yang mendukung serta menjadi tantangan bagi saya untuk dapat memberikan pembelajaran yang dapat membelajarkan seluruh peserta didik agar dapat menumbuhkan keterampilan abad 21 dalam diri mereka. Hal yang menjadi hambatan diantaranya adalah gaya belajar peserta didik yang berbeda-beda, kemampuan literasi teknologi yang masih kurang dari beberapa peserta didik serta ada beberapa peserta didik yang harus berbagi gawai dengan saudaranya dan bahkan ada yang harus menunggu orang tuanya pulang bekerja untuk dapat menggunakan gawai dalam belajar. Selain itu, 97% dari total 122 peserta didik (yang tersebar di 3 kelas yang saya ajar) tidak dapat melakukan pembelajaran jarak jauh secara sinkronus karena terkendala jaringan internet yang tidak baik di wilayah mereka.

Bercermin dari gambaran awal tersebut, saya merancang pembelajaran jarak jauh asinkronus yang lebih fleksibel waktu serta memerlukan bandwidth yang kecil sehingga tidak terlalu membebani peserta didik. Dan bak gayung bersambut, pemerintahpun akhirnya meluncurkan program Google suite for Education yang benar-benar bermanfaat bagi saya dan peserta didik. Untuk dapat membuat pembelajaran jarak jauh yang memanfaatkan fasilitas tersebut serta dapat menumbuhkan keterampilan abad 21 selama BDR disini saya merancang strategi pembelajaran yang saya beri nama Go-STEM.

Go-STEM berasal dari Go yang artinya kegiatan BDR peserta didik menggunakan aplikasi dari Google Suite for Education yaitu Google Classroom sebagai Learning Managemen System  dan Google Form untuk mengevalusi pengetahuan peserta didik berupa soal online dimana kegiatan pembelajaran yang dirancang menggunakan pendekatan STEM (Sience, technology, engineering and mathematics). Dalam hal ini saya menggunakan pendekatan STEM untuk dapat menumbuhkan keterampilan abad 21 peserta didik dengan menggunakan media LKPD yang saya tautkan pada Google Classroom.

Dalam pelaksanaan pembelajaran ini saya melakukan tahap persiapan, pelaksanaan serta evaluasi pembelajaran. Tahapan operasional pelaksanaan pembelajaran yang saya lakukan dengan Dalam RPP tersebut, tahapan-tahapan pembelajaran saya rancang dengan mencerminkan pendekatan STEM. Di SMAN 1 Banjarangkan, pembelajaran kimia di kelas XI mendapatkan jadwal pembelajaran 1 kali dalam seminggu, selama 60 menit. Waktu pembelajaran yang saya rancang bersifat fleksibel dimana waktu pembelajaran tidak terbatas selama 60 menit saja, melainkan kegiatan pembelajaran bisa dilakukan lebih fleksibel dengan produk akhir yang dapat dikerjakan kurang lebih selama 6 hari.

Langkah selanjutnya yang saya lakukan adalah mensosialisasikan kepada peserta didik tentang tahapan pembelajaran daring dan aplikasi yang digunakan. Saya menggunakan fasilitas Google Classroom sebagai LMS, dimana dalam LMS tersebut saya memberikan konten materi baik berupa bahan ajar, info grafis maupun video sehingga peserta didik dapat memilih bahan ajar yang mudah mereka terima sesuai dengan gaya belajar mereka. Selain itu, didalam LMS juga terdapat kegiatan pembelajaran yang harus diikuti perserta didik serta portal untuk pengumpulan tugas sebagi bentuk bukti fisik pembelajran yang telah dilakukan.

Dalam tahap pelaksanaan, hal yang saya lakukan pertama yaitu pemberitahuan kepadapeserta didik tentang kegiatan pembelajaran melalui media group kelas WhatsApp. Selanjutnya saya mengirimkan bahan ajar tentang larutan asam basa dan indikator asam basa pada Google Classroom diikuti dengan pemberian Lembar Kerja Peserta Didik yang dikirim melalui Google Classroom dalam bentuk docx,  peserta didik dapat mengerjakan langsung jawaban pada file tersebut dan dikumpulkan. Dalam LKPD tersebut peserta didik saya minta merancang pembuatan kertas indikator asam basa dengan bahan alam. Dalam LKPD juga diberikan arahan terkait tugas pembuatan pelaporan melalui pembuatan video. Saya juga melakukan pemberian form absensi dan pengisian absensi oleh peserta didik melalui google form dan tidak lupa pemberian Evaluasi dengan tes tulis objektif menggunakan Google form.

Dengan menggunakan Go-STEM saya merasa berhasil menumbuhkan keterampilan abad 21 (4C). Hal ini dapat saya amati melalui partisipasi peserta didik yang terlihat dari LKPD peserta didik serta video laporan yang telah mereka kumpulkan. Aktivitas peserta didik tersebut telah mencerminkan karakter pembelajar yang berfikir kritis untuk memahami konten materi serta menimbulkan rasa keingin tahuan. Dari rasa keingin tahuan tersebut selanjutnya peserta didik telah dapat menunjukkan kreativitas mereka dengan merancang pembuatan kertas indikator asam basa dengan bahan alam yang dituntun LKPD yang diberikan dan selanjutnya di videokan sebagai laporan. Selama mengerjakan kegiatan pembelajaran, peserta didik telah melakukan aktivitas diskusi dengan sesama peserta didik maupun saya sebagai guru melalui group Whatsapp maupun dalam kolom komentar Google Classroom. Selanjutnya kemampuan berkomunikasi peserta didik telah terlihat dari cara peserta didik menjelaskan laporan yang mereka buat dalam video.

Dengan merancang pembelajaran ini, beban saya dan kegundahan saya terhadap tanggung jawab yang saya emban sebagai seorang pendidik dapat terjawab. Dengan menerapkan Go-STEM selama BDR, saya dapat memberikan ruang bagi siswa untuk menumbuhkan keterampilan abad 21 mereka serta menghasilkan karya berupa video praktikum mandiri sebagai wujud dari hasil pembelajaran yang telah kami bersama-sama lakukan. Siswa memberikan tanggapan positif atas apa yang saya lakukan. Mereka menyampaikan bahwa pembelajaran yang saya rancang membuat mereka tertantang untuk belajar serta temotivasi untuk dapat membuat karya video yang menarik, kreatif serta komunikatif.


#LombaBlogUnpar
#BlogUnparBelajarDaring

Link Best Practice Klik DISINI 

Berikut adalah beberapa video sebagai hasil karya siswa selama BDR dalam proses pembelajaran STEM secara daring:


Video bahan Ajar Oleh Guru


Video karya siswa

Video karya siswa

Video karya siswa

Video karya siswa



CATATAN SIPENGGERAK: RANGKUMAN MATERI DAN KEGIATAN EKSPLORASI KONSEP MODUL 2.1

Kini saya telah tiba pada bagian eksplorasi konsep pada modul 2.1 Pendidikan Guru Penggerak. Pada tahapan ini saya dihadapkan pada beberapa pertanyaan penuntun dan materi yang disajikan pada LMS dengan bedah kasus. Dari kegiatan tersebut saya mencoba mengenal tentang Pembelajaran Berdiferensiasi untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa. Untuk lebih jelasnya, berikut saya sajikan uraian materi yang saya kutip dalri LMS PGP terkait dengan materi yang disajikan.

Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi

Ingatlah satu persatu murid di kelas Anda. Bagaimanakah karakteristik setiap anak di kelas Anda? Tahukah Anda apa kekuatan mereka? Bagaimana gaya belajar mereka? Apa minat mereka? Siapakah yang memiliki keterampilan menghitung paling baik di kelas Anda? Siapakah yang sebaliknya? Siapakah yang paling menyukai kegiatan kelompok? Siapakah yang justru selalu menghindar saat bekerja kelompok? Siapakah yang level membacanya paling tinggi? Siapakah murid yang masih perlu dibantu untuk meningkatkan keterampilan memahami bacaan mereka? Siapakah yang paling senang menulis? Siapakah yang lebih senang berbicara?

Setiap harinya, tanpa disadari, guru dihadapkan oleh keberagaman yang banyak sekali bentuknya. Mereka secara terus menerus menghadapi tantangan yang beragam dan kerap kali harus melakukan dan memutuskan banyak hal dalam satu waktu. Keterampilan ini banyak yang tidak disadari oleh para guru, karena begitu naturalnya hal ini terjadi di kelas dan betapa terbiasanya guru menghadapi tantangan ini. Berbagai usaha mereka lakukan yang tentu saja tujuannya adalah untuk memastikan setiap murid di kelas mereka sukses dalam proses pembelajarannya.

Bagian selanjutnya, saya dihadapkan pada kasus Ibu Renjani untuk memahami pembelajaran berdifrensiasi. Nah berikut adalah gambaran kasusnya.

Ibu Renjana adalah guru kelas 3 SD dengan jumlah murid sebanyak 32 murid. Di antara 32 murid di kelasnya tersebut, Bu Renjana memperhatikan bahwa 3 murid selalu selesai lebih dahulu saat diberikan tugas menyelesaikan soal-soal perkalian. Karena dia tidak ingin ketiga anak ini tidak ada pekerjaan dan malah mengganggu murid lainnya, akhirnya ia berinisiatif untuk menyiapkan lembar kerja tambahan untuk 3 anak tersebut. Jadi jika anak-anak lain mengerjakan 15 soal perkalian, maka untuk 3 anak tersebut, Bu Renjana menyiapkan 25 soal perkalian.

Berdasarkan ilustrasi kelas tersebut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

  1. Menurut Anda, apakah strategi yang dilakukan oleh Ibu Renjana tepat? Jika ya, mengapa? Jika tidak, mengapa?
  2. Jika Anda adalah Ibu Renjana, apakah yang akan Anda lakukan? Jelaskanlah mengapa Anda melakukan hal tersebut.

 Menurut Tomlinson (2001: 45), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid.

Namun demikian, pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut (chaotic), yang gurunya kemudian harus membuat beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, di mana guru harus berlari ke sana kemari untuk membantu si A, si B atau si C dalam waktu yang bersamaan. Bukan. Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap atau Superman yang bisa ke sana kemari untuk berada di tempat yang berbeda-beda dalam satu waktu dan memecahkan semua permasalahan.

Lalu seperti apa sebenarnya pembelajaran berdiferensiasi?
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:
  1. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
  2. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
  3. Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
  4. Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
  5. Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.

Jika kita mengacu ke kasus Ibu Renjana di atas, maka keputusannya untuk memberikan soal tambahan, dengan jenis soal yang tetap sama serta tingkat kesulitan yang juga sama, kepada tiga murid yang selesai terlebih dahulu, belum dapat dikatakan sebagai diferensiasi. Apalagi, tujuan diberikannya soal tadi adalah agar tiga murid tersebut ada ‘pekerjaan’ sehingga tidak mengganggu murid yang lain.  Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Dengan demikian, Ibu Renjana perlu melakukan identifikasi kebutuhan belajar dengan lebih komprehensif, agar dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar murid-muridnya, termasuk ketiga murid tersebut.

Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Murid

Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. 

Ketiga aspek tersebut adalah:

  1. Kesiapan belajar (readiness) murid
  2. Minat murid
  3. Profil belajar murid

Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).

1. KESIAPAN BELAJAR (READINESS)

Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar kata “Kesiapan Belajar”?

Bayangkanlah situasi berikut ini:

Dalam pelajaran bahasa Indonesia, Bu Renjana ingin mengajarkan muridnya membuat karangan berbentuk narasi. Ia kemudian melakukan penilaian diagnostik. Ia menemukan bahwa ada tiga kelompok murid di kelasnya. 

  • Kelompok A adalah murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan memiliki kosakata yang cukup kaya. Mereka juga cukup mandiri dan percaya diri dalam bekerja.
  • Kelompok B adalah murid yang memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik, namun kosakatanya masih terbatas.
  • Kelompok C adalah murid yang belum memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan kosakatanya pun terbatas.

    Apa yang dilakukan oleh Bu Renjana di atas adalah memetakan kebutuhan belajar berdasarkan kesiapan belajar.

    Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru tersebut.  

    Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001: 46) mengatakan bahwa merancang pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut mewakili beberapa perspektif yang dapat kita gunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam modul ini, kita hanya akan membahas 6 perspektif dari beberapa contoh perspektif  yang terdapat dalam Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (2001: 47).


    Tombol-tombol dalam equalizer mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam modul ini, kita akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).

    1. Bersifat mendasar - Bersifat transformatif
      Saat murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru,  yang mungkin belum dikuasainya, mereka akan membutuhkan informasi pendukung yang  jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk dapat memahami ide tersebut. Mereka juga akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide-ide tersebut.  Selain itu, mereka juga membutuhkan bahan-bahan materi dan tugas-tugas yang bersifat mendasar serta disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Sebaliknya, saat murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka kuasai dan pahami, tentunya mereka membutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif. 
    2. Konkret - Abstrak
      Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret atau sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak. 
    3. Sederhana - Kompleks 
      Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu, yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi pada satu waktu.
    4. Terstruktur - Open Ended
      Kadang-kadang murid perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup baik untuk mereka, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Namun, di waktu lain murid mungkin siap menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.
    5. Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)
      Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir, dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.
    6. Lambat - Cepat
      Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari topik yang lain.

    Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan.  Adapun tujuan melakukan identifikasi atau pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013: 29).


    2. MINAT MURID

    Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri.

    Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah sebagai berikut:                  

    • membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk belajar;
    • mendemonstrasikan keterhubungan antar semua pembelajaran;
    • menggunakan keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan;
    • meningkatkan motivasi murid untuk belajar.

    Minat sebenarnya dapat kita lihat dalam 2 perspektif. Yang pertama sebagai minat situasional. Dalam perspektif ini, minat merupakan keadaan psikologis yang dicirikan oleh peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami pada saat tertentu. Seorang anak bisa saja tertarik saat seorang gurunya berbicara tentang topik hewan, meskipun sebenarnya ia tidak menyukai topik tentang hewan tersebut, karena gurunya berbicara dengan cara yang sangat menghibur,  menarik dan menggunakan berbagai alat bantu visual.  Yang kedua, minat juga dapat dilihat sebagai sebuah kecenderungan individu untuk terlibat dalam jangka waktu lama dengan objek atau topik tertentu. Minat ini disebut juga dengan minat individu. Seorang anak yang memang memiliki minat terhadap hewan, maka ia akan tetap tertarik untuk belajar tentang hewan meskipun mungkin saat itu guru yang mengajar sama sekali tidak membawakannya dengan cara yang menarik atau menghibur. 

    Karena minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran, maka memahami kedua perspektif tentang minat di atas akan membantu guru untuk dapat mempertimbangkan bagaimana ia dapat mempertahankan atau menarik minat murid-muridnya dalam belajar. 

    Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menarik minat murid diantaranya adalah dengan:

    • menciptakan situasi pembelajaran yang menarik perhatian murid (misalnya dengan humor, menciptakan kejutan-kejutan, dsb),
    • menciptakan konteks pembelajaran yang dikaitkan dengan minat individu murid, 
    • mengkomunikasikan nilai manfaat dari apa yang dipelajari murid,
    • menciptakan kesempatan-kesempatan belajar di mana murid dapat memecahkan persoalan (problem-based learning).

    Seperti juga kita orang dewasa, murid juga memiliki minat sendiri. Minat setiap murid tentunya akan berbeda-beda.  Sepanjang tahun, murid yang berbeda akan menunjukkan minat pada topik yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah untuk "menghubungkan" murid pada pelajaran untuk menjaga minat mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kinerja murid.  Hal lain yang perlu disadari oleh guru terkait dengan pembelajaran berbasis minat adalah bahwa minat murid dapat dikembangkan. Pembelajaran berbasis minat seharusnya tidak hanya dapat menarik dan memperluas minat murid yang sudah ada, tetapi juga dapat membantu mereka menemukan minat baru.

    Untuk membantu guru mempertimbangkan pilihan yang mungkin dapat diberikan pada murid, guru dapat mempertimbangkan area minat dan moda ekspresi yang mungkin digunakan oleh murid-murid mereka. (Tomlinson, 2001).


    Berikut ini adalah contoh mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar berdasarkan minat:

     

    3. PROFIL BELAJAR MURID

    Profil Belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai individu paling baik belajar. Tujuan dari mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri.  Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka. 

    Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:

    • Preferensi terhadap lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan, tingkat kebisingan, jumlah cahaya, apakah lingkungan belajarnya terstruktur/tidak terstruktur,  dsb. 
      Contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu bising, terlalu terang, dsb.  
    • Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.
    • Preferensi gaya belajar.
      Gaya belajar adalah bagaimana murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi baru.  Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu:
      1. visual: belajar dengan melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar, menampilkan diagram, power point, catatan, peta, graphic organizer ); 
      2. auditori: belajar dengan mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca dengan keras, mendengarkan pendapat  saat berdiskusi, mendengarkan musik); 
      3. kinestetik: belajar sambil melakukan (misalnya bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on, dsb).
        Mengingat bahwa murid-murid kita memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka penting bagi guru untuk berusaha untuk menggunakan kombinasi gaya mengajar.
    • Preferensi berdasarkan kecerdasan  majemuk (multiple  intelligences): visual-spasial, musical, bodily-kinestetik, interpersonal, intrapersonal, verbal-linguistik, naturalis, logic-matematika. 
    Berikut ini adalah contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Profil Belajar murid:
    Pak Neon akan mengajar pelajaran IPA, dengan tujuan pembelajaran yaitu agar murid dapat mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup. Berdasarkan identifikasi yang ia lakukan, Pak Neon telah mengetahui bahwa sebagian muridnya adalah pembelajar visual, sebagian lagi adalah pembelajar auditori, dan pembelajar kinestetik. Untuk memenuhi kebutuhan belajar murid-muridnya tersebut, Pak Neon lalu memutuskan untuk melakukan  beberapa hal berikut ini:

    1. Saat mengajar,  Pak Neon:
      • menggunakan banyak gambar atau alat bantu visual saat menjelaskan.
      • menyediakan video yang dilengkapi  penjelasan lisan yang dapat diakses oleh murid.
      • membuat beberapa sudut belajar atau display yang ditempel di tempat-tempat berbeda untuk memberikan kesempatan  murid bergerak saat mengakses informasi.
    2. Saat memberikan tugas, Pak Neon memperbolehkan murid-muridnya memilih cara mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup. Murid boleh menunjukkan pemahaman dalam bentuk gambar, rekaman wawancara maupun  performance atau role-play.

    Berikut adalah beberapa contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid

    Guru dapat mengidentifikasi kebutuhan murid dengan berbagai cara. Berikut ini adalah beberapa contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid.

    1. mengamati perilaku murid-murid mereka; 
    2. mengidentifikasi pengetahuan awal yang dimiliki oleh murid terkait dengan topik  yang akan dipelajari;
    3. melakukan penilaian untuk menentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka saat ini, dan kemudian mencatat kebutuhan yang diungkapkan oleh informasi yang diperoleh dari proses penilaian tersebut;
    4. mendiskusikan kebutuhan murid  dengan orang tua atau wali murid;
    5. mengamati murid ketika mereka sedang menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas;
    6. bertanya atau mendiskusikan permasalahan dengan murid;
    7. membaca rapor murid dari kelas mereka sebelumnya untuk melihat komentar dari guru-guru sebelumnya atau melihat pencapaian murid sebelumnya;
    8. berbicara dengan guru murid sebelumnya;
    9. membandingkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan tingkat pengetahuan atau keterampilan yang ditunjukkan oleh murid saat ini;
    10. menggunakan berbagai penilaian penilaian diagnostik untuk memastikan bahwa murid telah berada dalam level yang  sesuai;
    11. melakukan survey untuk mengetahui kebutuhan belajar murid;
    12. mereview dan melakukan refleksi terhadap praktik pengajaran mereka sendiri untuk mengetahui efektivitas pembelajaran mereka; dll. 

    Daftar di atas hanya beberapa contoh saja. Masih banyak cara lain yang dapat guru lakukan untuk mendapatkan informasi atau mengidentifikasi kebutuhan belajar murid-murid mereka. Dapatkah Bapak/Ibu mengidentifikasi cara lainnya?

    Perlu diperhatikan bahwa mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid, tidak selalu harus melibatkan sebuah kegiatan yang rumit. Guru yang memperhatikan dengan saksama hasil penilaian formatif, perilaku murid atau terbiasa mendengarkan dengan baik murid-muridnya biasanya akan dengan mudah mengetahui kebutuhan belajar murid-muridnya. 
     untuk memahami lebih lanjut, simaklah video berikut:




    Sunday, October 24, 2021

    CATATAN SIPENGGERAK: JURNAL REFLEKSI MINGGUAN MINGGU KE-9

    Tanpa terasa kini saya telah melewati Paket Modul 1 PGP angkatan 3. Banyak hal menarik yang saya dapatkan pada paket modul 1 ini. Perasaan senang, risau dan terkadang penat saya rasakan selama melewatinya. Namun, hal itu seakan terjawab setelah sekian lama saya berkutat karena keraguan telah sirna oleh pemikiran baru dalam memandang pendidikan, khususnya dalam merancang pembelajaran yang berpihak pada murid.

    Kini, lembaran baru telah menyongsong, yakni paket Modul 2. Pada paket modul ini, saya mengawali dengan mempelajari tentang pembelajaran berdiferensiasi yang dapat menjawab pemenuhan kebutuhan belajar siswa. Nah, bagaimana refleksi pembelajaran di minggu ke-9 ini? berikut akan saya tampilkan.