Senyawa organik mengandung atom karbon dalam molekulnya. Atom karbon memiliki beberapa sifat khas sehingga memiliki kelimpahan yang besar di alam. Yuk kepoin aeperti apa penjelasannya.
Senyawa Hidrokarbon dapat dibedakan menjadi alkana, alkena dan alkuna. Ingin tahu seperti apa bedanya dan bagaimana cara pemberian namanya? Yuk di cek!.
Kini saya sudah sampai pada modul terakhir pada paket modul 2. Teknik Coaching menjadi pamungkas pada paket modul ini. Dalam teknik Coaching ini saya belajar banyak tentang komunikasi yang dapat menguatkan kekuatan kodrat siswa serta mengajak siswa untuk dapat mengatasi masalahnya dengan kekuatan kodrat mereka sendiri. Seorang Coach hanyalah "penuntun" bukan pemberi dan pendamping.
Nah pada kesempatan ini saya akan membagikan Jurnal Refleksi Mingguan saya, dimana dalam jurnal ini saya juga ingin menyampaikan doa yang mendalam bagi sahabat, saudara kita yang terdampak erupsi gunung Semeru, khususnya Bapak Fasilitator kami yang ada di Lumajang, semoga semuanya diberi keselamatan, kesehatan serta ketabahan dalam menghadapi bencana ini.
Setelah memahami Pembelajaran Sossial Emosional, selanjutnya kita mencoba mengenal konsep Mindfulness. Lalu, apa itu mindfulness? Kesadaran penuh (mindfulness) menurut Kabat - Zinn dapat diartikan sebagai kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan (The awareness that arises when we pay attention, on purpose, in the present moment, with curiosity and kindness). Ada beberapa kata kunci, yaitu: kesadaran (awareness), perhatian yang disengaja (on purpose), saat ini (present moment), rasa ingin tahu (curiosity) dan kebaikan hati (compassion). Artinya ada keterkaitan antara unsur pikiran (perhatian), kemauan (yang bertujuan), dan rasa (rasa ingin tahu dan kebaikan) pada kegiatan (fisik) yang sedang dilakukan.
Kesadaran penuh (mindfulness) muncul saat seorang sadar sepenuhnya pada apa yang sedang dikerjakan dengan pikiran terbuka, atau dalam situasi yang menghendaki perhatian yang penuh. Misalnya, seorang anak yang terlihat asyik bermain peran dengan menggunakan boneka tanpa terganggu oleh suara sekitarnya, murid yang sedang memainkan musik, menulis jurnal, menikmati alur cerita dalam bacaan, menikmati segelas teh hangat, atau menikmati pemandangan matahari terbenam, atau guru yang sedang mendengarkan murid dengan penuh perhatian. Intinya adalah adanya perhatian yang dilakukan secara sadar dengan dilandasi rasa ingin tahu dan kebaikan.
Latihan berkesadaran penuh (mindfulness) menjadi sangat relevan dan penting bagi siapapun untuk dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya dengan bahagia dan optimal. Ini termasuk bagi pendidik, murid bahkan juga untuk orangtua. Latihan tersebut sebenarnya sudah banyak diterapkan dalam pendidikan kita sejak lama. Misalnya, mengajak murid untuk hening dan berdoa sebelum memulai pelajaran, mendengarkan cerita, menghayati keindahan alam, berolah-seni maupun berolahraga, dan lain sebagainya.
Pada tahun 2011, The Hawn Foundation bekerjasama dengan Columbia University mengembangkan sebuah kurikulum yang disebut ‘the MindUp Curriculum’. Sebuah kurikulum yang ditujukan untuk tingkat Pra Sekolah sampai kelas 8. The Mindup Curriculum adalah kurikulum pembelajaran yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran sosial dan emosional (social and emotional awareness), meningkatkan kesejahteraan psikologis (psychological well-being), dan keberhasilan akademik yang berbasis penelitian dan praktik kelas (www.thehawnfoundation.org).
Sejak tahun 2019, sebanyak 370 sekolah negeri di seluruh Inggris mengadopsi mindfulness dalam kurikulumnya. Di Indonesia, penerapan mindfulness dalam kurikulum juga sudah diterapkan dalam berbagai institusi pendidikan. Salah satu sekolah di Jakarta secara khusus memasukkan mindfulness dalam kurikulum pendidikan TK hingga Kelas 12. Murid-murid di sekolah tersebut melaporkan bahwa mindfulness membantu mereka dalam proses pembelajaran (Kompas, 27 Juli 2019).
Kesadaran Penuh (Mindfulness) dan Cara Kerja Otak
Bapak/Ibu CGP, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa di dalam kondisi berkesadaran penuh, terjadi perubahan fisiologis seperti meluasnya area otak yang terutama berfungsi untuk belajar dan mengingat, berkurangnya stres, dan munculnya perasaan tenang dan stabil (Kabat-Zinn, 2013, hal. 37). Dengan latihan berkesadaran penuh, maka seseorang dapat menumbuhkan perasaan yang lebih tenang dan pikiran yang lebih jernih, yang akan berpengaruh pada keputusan yang lebih responsif dan reflektif.
Video berikut ini menjelaskan bagaimana cara kerja otak dan mekanisme perubahan yang terjadi pada otak saat melakukan latihan berkesadaran penuh (mindfulness), serta dampak positif dari latihan berkesadaran penuh (Mindfulness and How the Brain Works)
Sebelum menonton, untuk membantu memahami video tersebut dengan baik, bacalah terlebih dahulu beberapa pertanyaan berikut: (1) Tuliskan sebanyak mungkin fakta yang sudah Anda pelajari dan pahami tentang latihan berkesadaran penuh (mindfulness)!; (2) Jelaskan hubungan kerja bagian otak prefrontal (disebut otak luhur dalam modul 1.3) dan latihan berkesadaran penuh (mindfulness)!; (3) Menurut Anda, bagaimana latihan berkesadaran penuh (mindfulness) dapat bermanfaat bagi Anda?; dan (4) Setelah Anda memahami manfaat latihan berkesadaran penuh (mindfulness), gambarkanlah sebuah situasi yang merefleksikan bahwa kemampuan tersebut akan bermanfaat bagi Anda dalam menghadapi suatu situasi sosial yang menantang dalam menjalankan peran sebagai pendidik! Berikan penjelasan.
Berdasarkan penjelasan video “Mindfulness dan Cara Kerja Otak”, kesadaran penuh (mindfulness) dapat dilatih dan ditumbuhkan. Artinya, kita dapat melatih kemampuan untuk memberikan perhatian yang berkualitas pada apa yang kita lakukan. Kegiatan-kegiatan seperti latihan menyadari napas (mindful breathing); latihan bergerak sadar (mindful movement), yaitu bergerak yang disertai kesadaran tentang intensi dan tujuan gerakan; latihan berjalan sadar (mindful walking) dengan menyadari gerakan tubuh saat berjalan, dan berbagai kegiatan sehari-hari yang mengasah indera (sharpening the senses) dengan melibatkan mata, telinga, hidung, indera perasa, sensori di ujung jari, dan sensori peraba kita. Kegiatan-kegiatan di atas seperti bernapas dengan sadar, bergerak dengan sadar, berjalan dengan sadar dan menyadari seluruh tubuh dengan sadar juga dapat diawali dengan cara yang paling sederhana yaitu dengan menyadari napas.
Mengapa menyadari napas? Karena napas adalah jangkar yang dimiliki setiap orang untuk berada di sini dan masa sekarang (here and now). Pikiran kita merupakan bagian diri kita yang seringkali sulit dikendalikan. Seorang ilmuwan dan filsuf bernama Deepak Chopra dalam website pribadinya menyebutkan bahwa manusia memiliki 60.000-80.000 pikiran dalam sehari. Bayangkan betapa sibuknya pikiran kita. Karena sangat cair, pikiran dapat bergerak ke masa depan dan menimbulkan perasaan khawatir. Pikiran juga dapat bergerak ke masa lalu yang seringkali menimbulkan perasaan menyesal. Pikiran berada dalam situasi terbaiknya jika ia fokus situasi saat ini dan masa sekarang, Cara termudah untuk membuat pikiran dan perasaan Anda berada pada saat ini dan masa sekarang adalah dengan menyadari napas. Selain itu, kegiatan menyadari napas juga juga paling mudah dilakukan karena dapat dilakukan kapan saja, di mana saja, dan tidak membutuhkan alat bantu apapun kecuali napas Anda.
Bapak Ibu CGP hebat, kali ini kita telah sampai pada modul 2.2 dengan materi tentang Pembelajaran Sosial Emosional. Pada modul ini kita diharapkan mampu mengelola aspek sosial dan emosional dalam berperan sebagai guru, serta menerapkan pembelajaran sosial dan emosional dalam lingkup kelas, lingkungan sekolah, dan komunitas.
Pembelajaran Sosial dan Emosional yang ditujukan untuk jenjang pendidikan usia dini hingga menengah ini dikembangkan pada tahun 1994 oleh sekelompok pendidik, peneliti, dan pendamping anak (salah satunya adalah Psikolog Daniel Goleman, pencetus teori Kecerdasan Emosi). Kerangka Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis penelitian ini bertujuan untuk mendorong perkembangan anak secara positif dengan program yang terkoordinasi secara lebih baik antara berbagai pihak dalam komunitas sekolah.
Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Ada lima hal yang menjadi tujuan dari pembelajaran sosial dan emosional ini, yakni:
memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri)
menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)
merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi)
membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)
Dalam mengimplementasikan pembelajaran sosial dan emosional (PSE) dapat dilakukan dengan empat cara. Keempat cara tersebut adalah sebagai berikut.
Mengajarkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) secara spesifik dan eksplisit
Mengintegrasikan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya interaksi dengan murid
Mengubah kebijakan dan ekspektasi sekolah terhadap murid
Mempengaruhi pola pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan lingkungan.
Dalam penerapannya, PSE dapat dilakukan dengan pendekatan-pendekatan. Salah satu pendekatan yang dapat menjadi langkah dalam menerapkan PSE adalah dengan pendekatan SEL (social-emotional learning). SEL atau pembelajaran sosial dan emosi adalah istilah yang dikenal dalam dunia pendidikan di Barat (terutama Amerika dan Eropa) sejak 1990-an. SEL adalah proses mengembangkan kemampuan (skills), sikap (attitude), dan nilai yang diperlukan untuk mendapatkan kemampuan sosial dan emosi. Melalui SEL, anak dan orang dewasa belajar mengenali dan mengelola emosi, perhatian kepada orang lain, membuat keputusan yang baik, berperilaku etis dan bertanggung jawab, mengembangkan relasi positif, serta mencegah atau menghindari perilaku negatif. Pendidikan sosial dan emosional dimaksudkan untuk membantu peserta didik mengembangkan sikap, perilaku, dan pemahaman (cognition) untuk menjadikan mereka sehat dan mampu dalam dimensi sosial, emosi, dan akademik serta fisik.
Istilah ini merujuk pada kemampuan mengelola aspek-aspek sosial dan emosi dari kehidupan seseorang termasuk kesadaran diri (self-awareness), kendali hawa nafsu, bekerja sama, perhatian terhadap dirinya dan orang lain. Pendekatan ini mengintegrasikan 4 elemen yang diwakilkan dengan akronim SAFE. Keempat elemen tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
Sequential/berurutan: Aktivitas yang terhubung dan terkoordinasi untuk mendorong pengembangan keterampilan
Active/aktif: bentuk Pembelajaran Aktif yang melibatkan murid untuk menguasai keterampilan dan sikap baru
Focused/fokus: ada unsur pengembangan keterampilan sosial maupun personal
Explicit/eksplisit: tertuju pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional tertentu secara eksplisit.
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang SEL dapat disimak video berikut:
Apakah Pembelajaran Sosial-Emosional?
Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) adalah hal yang sangat penting. Pembelajaran ini berisi
keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus
memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang
berkarakter baik.
PSE mencoba untuk memberikan keseimbangan pada individu dan mengembangkan kompetensi
personal yang dibutuhkan untuk dapat menjadi sukses. Bagaimana kita sebagai pendidik dapat
menggabungkan itu semua dalam pembelajaran sehingga anak-anak dapat belajar menempatkan
diri secara efektif dalam konteks lingkungan dan dunia.
Pandangan lama menyatakan bahwa pengetahuan adalah informasi yang dapat ditransfer ke otak
seperti mesin mekanis. Yang benar adalah, pengetahuan bersifat
konstruktif; semua proses pembelajaran bersifat saling berhubungan; emosi menarik perhatian,
dan perhatian mendorong terjadinya proses belajar.
PSE adalah mengenai bagaimana kita menjalankan sekolah. Pembelajaran sosial-emosional adalah
tentang pengalaman apa yang akan dialami siswa, apa yang dipelajari siswa dan bagaimana guru
mengajar.
Kita dapat merancang bagaimana sekolah dan ruangan kelasnya, bagaimana waktu belajar, ruangruangan yang ada di sekolah, hubungan dengan komunitas sekolah dan keluarga dan yang lainnya
sebagai tempat pertukaran pengetahuan, pengetahuan tentang dunia; pengetahuan tentang diri
sendiri dan pengetahuan tentang orang lain yang berinteraksi dengan kita. Pengalamanpengalaman tersebut membantu siswa memahami diri mereka sendiri dan orang lain. Dengan
demikian kita berbicara tentang anak secara utuh.
Apakah anak kita memiliki kesadaran diri, apakah mereka memiliki pemahaman kesadaran sosial,
apakah mereka mampu mengambil keputusan yang baik dan
bertanggung jawab. Baru setelah itu, kita membahas mengenai konteks akademis dan semua
keterampilan-keterampilan penting yang kita butuhkan untuk dapat berhasil dalam hidup.
Anak belajar saat hati mereka terbuka, terhubung dengan lingkungan sekitar serta adanya tujuan.
Belajar adalah anugerah. Melalui pembelajaran sosial-emosional, kita menciptakan kondisi yang
mengizinkan semua anak mengakses anugerah tersebut.
1.Dari apa yang sudah Anda pelajari, materi
apa yang menurut Anda dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang terkait
dengan pembelajaran di kelas Anda?
Tanggapan:
Selama ini saya pernah mencoba memetakan minat dan gaya belajar siswa
secara otodidak sebatas pengetahuan saya yang pernah saya pelajari ketika kegiatan
PPG dengan menggunakan angket. Namun saya belum mampu untuk memetakan kesiapan
belajar siswa apalagi dalam mengkategorikannya serta memetakannya. Dengan apa
yang saya pelajari dalam modul ini saya lebih memahami tentang pemetaan
kebutuhan belajar siswa khususnya pada aspek kesiapan belajar. Dengan
mempelajari modul ini saya mendapatkan pemahaman mengenai memetakan kebutuhan
belajar murid dengan berbagai cara yang telah disajikan dalam modul, baik
melalui wawancara/diskusi, observasi, maupun dengan menggunakan instrumen. Menurut
saya hal ini merupakan wujud nyata dari penerapan pembelajaran yang berpihak
pada murid. Materi lain yang menurut saya sangat membantu yakni tentang teknik
pendifrensiasian konten, proses dan produk. Dengan video yang diberikan, saya
mendapatkan pemahaman bagaimana mendifrensiasikan
pembelajaran dengan tiga strategi tersebut sehingga kebutuhan belajar siswa secara
individu dapat terpenuhi.
2.Apa yang menurut Anda sulit untuk
diterapkan? Mengapa menurut Anda hal tersebut sulit diterapkan?
Tanggapan:
Hal yang bagi saya sulit untuk dilakukan adalah dalam mendifrensiasikan
konten jika dipandang dari pemenuhan kesiapan belajar. Saya belum memahami
lebih jauh bagaimana membuat media atau bahan ajar yang dapat memenuhi
kebutuhan belajar siswa sesuai dengan variasi struktur. Hal lain dari dampak
tersebut adalah dalam difrensiasi proses selama PTMT saya akan mendapatkan
kesulitan dalam memberikan dukungan kepada kelompok siswa yang belum berkembang
dan mulai berkembang. Hal ini tentunya akan sulit dilakukan selama PTMT.
3.Jika Anda harus menerapkan hal yang sulit
tersebut, dukungan Apa yang Anda perlukan? Kemana atau bagaimana Anda akan
dapat mengakses dukungan tersebut.
Tanggapan:
Dalam hal ini saya memerlukan dukungan dari
pihak manajemen sekolah, rekan guru serumpun, orang tua siswa serta yang
terpenting adalah dukungan siswa dikelas yang saya ajarkan. Dalam hal ini saya
ingin menerapkan pembelajaran Blended Learning khususnya dengan pendekatan
kelas terbalik sehingga saya membutuhkan dukungan dari manajemen sekolah dalam
hal perizinan. Dukungan yang saya harapkan dari rekan sejawat yakni sharing
bahan ajar, media dan masukan-masukan produktif sehingga kesulitan saya dalam
mendifrensiasikan konsep yang bervariasi secara struktur dapat diatasi. Karena saya
menerapkan pembelajaran kelas terbalik, tentunya dukungan dari orang tua juga
sangat saya perlukan. Dalam hal ini saya membutuhkan dukungan orang tua untuk
memberikan waktu yang lebih leluasa kepada anak untuk mengakses pembelajaran
dirumah, khususnya bagi siswa yang menggunakan gadget bersama-sama dengan
saudara ataupun orang tua.
Tanpa
terprediksi sebelumnya, pandemi Covid 19 telah membawa suatu perubahan terhadap
tatanan kehidupan manusia. Pandemi tersebut bedampak juga pada dunia pendidikan di
Indonesia, dimana pemerintah akhirnya mengeluarkan instruksi untuk mrlakukan belajar dari rumah (BDR) sejak bulan maret tahun 2020. Hal ini menjadi sebuah tantangan dan cobaan begitu berat
bagi saya, karena baru pertama kali harus mengajar tanpa bertatap muka langsung
dengan peserta didik.
Terkait dengan hal tersebut, di sekolah saya mengajar yakni di SMA
Negeri 1 Banjarangkan berupaya untuk
melaksanakan program dari kemdikbud yaitu kegiatan Belajar Dari Rumah (BDR)yang ditujukan
kepada seluruh peserta
didik. Belajar Dari Rumah adalah pembelajaran yang cukup baru, karena pembelajaran
ini menggunakan prinsip daring dan adanya interaksi antara guru dan peserta
didiksecara
online.Beberapa
permasalahan yang muncul dan
harus saya hadapi dari BDR diantaranya mencakup masalah penggunaan metode
yang digunakan dalam proses pembelajaran, bentuk kelas maya yang digunakan dan
bagaimana melaksanakan penilaiannya.
Berkaitan
dengan hal tersebut, selama tahun 2020 saya melakukan kegiatan pembelajaran
yang sebatas hanya memberikan materi dan tugas kepada peserta didik. Di awal
kegiatan BDR, antusiasme peserta didik dalam menyelesaikan tugas tersebut masih
baik. Respon peserta didik terhadap tugas yang saya berikan masih bagus dan
pengumpulan tugas peserta didik juga masih tepat waktu. Namun, setelah
berjalannya waktu, tepatnya di awal tahun ajaran 2020/2021 saya melihat respon
peserta didik makin menurun dan pengumpulan tugas dari peserta didik juga mulai
banyak yang terlambat. Disinipun saya mulai berfikir bahwa ada yang salah dari
pembelajaran daring yang saya lakukan.
Disisi
lain ada hal yang lebih besar yang terus membebani saya. Saya merasa bukan lagi
seorang pendidik yang melakukan perannya yang “menghamba” pada peserta didik,
tetapi hanya sebagai pemberi beban bagi mereka dengan memberikan tugas saja.
Selain itu, hal yang lebih besar dari itu saya merasa tidak memberikan mereka
ruang untuk mengembangkan kompetensi mereka seperti yang menjadi amanat
kurikulum, yakni kompetensi abad 21 yang mencakup berfikir kritis, kreatif,
kolaboratif serta komunikatif.
Salah satu video siswa sebagai hasil karya dalam pembelajaran (Sumber:doc. pribadi penulis)
Beruntung
di tahun 2020 pemerintah meluncurkan program Guru Belajar Seri Pandemi. Disana
saya mendapatkan berbagai pengetahuan tentang merancang pembelajaran jarak jauh
yang dapat saya terapkan dalam BDR tersebut. Dari apa yang saya dapatkan dalam
kegiatan pelatihan tersebut saya berkeinginan merancang pembelajaran jarak jauh
yang setidaknya dapat diakses seluruh peserta didik dan tentunya dapat
meredakan beban fikiran saya khususnya dalam menumbuhkan keterampilan abad 21
yang harus tetap ditumbuhkan dan menjadi fokus pula dalam penilaian saya
terhadap aspek keterampilan.
Dalam
memulai upaya tersebut, langkah awal yang saya lakukan adalah dengan
menyebarkan angket terkait kesiapan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran
jarak jauh melalui form online. Disini saya ingin mengetahui media pembelajaran
yang diminati peserta didik sehingga mereka dapat belajar lebih mudah dan
menyenangkan. Selain itu, saya juga ingin mengetahui gaya belajar dari peserta
didik sehingga saya tau apa yang harus saya siapkan dalam pembelajaran. Selain
itu, saya juga ingin mengetahui apakah seluruh peserta didik memiliki gawai
serta jaringan internet yang memadai untuk mengikuti kegiatan BDR tersebut.
Dari
hasil penyebaran angket tersebut, banyak hal yang mendukung serta menjadi
tantangan bagi saya untuk dapat memberikan pembelajaran yang dapat
membelajarkan seluruh peserta didik agar dapat menumbuhkan keterampilan abad 21
dalam diri mereka. Hal yang menjadi hambatan diantaranya adalah gaya belajar
peserta didik yang berbeda-beda, kemampuan literasi teknologi yang masih kurang
dari beberapa peserta didik serta ada beberapa peserta didik yang harus berbagi
gawai dengan saudaranya dan bahkan ada yang harus menunggu orang tuanya pulang
bekerja untuk dapat menggunakan gawai dalam belajar. Selain itu, 97% dari total
122 peserta didik (yang tersebar di 3 kelas yang saya ajar) tidak dapat
melakukan pembelajaran jarak jauh secara sinkronus karena terkendala jaringan
internet yang tidak baik di wilayah mereka.
Bercermin
dari gambaran awal tersebut, saya merancang pembelajaran jarak jauh asinkronus
yang lebih fleksibel waktu serta memerlukan bandwidth yang kecil sehingga tidak
terlalu membebani peserta didik. Dan bak gayung bersambut, pemerintahpun
akhirnya meluncurkan program Google suite
for Education yang benar-benar bermanfaat bagi saya dan peserta didik.
Untuk dapat membuat pembelajaran jarak jauh yang memanfaatkan fasilitas
tersebut serta dapat menumbuhkan keterampilan abad 21 selama BDR disini saya
merancang strategi pembelajaran yang saya beri nama Go-STEM.
Go-STEM berasal dari Go yang artinya kegiatan
BDR peserta didik menggunakan aplikasi
dari Google Suite for Education yaitu Google Classroom sebagai Learning Managemen System dan Google Form untuk mengevalusi pengetahuan
peserta didik berupa soal online dimana kegiatan pembelajaran yang dirancang
menggunakan pendekatan STEM (Sience,
technology, engineering and mathematics). Dalam hal ini saya menggunakan
pendekatan STEM untuk dapat menumbuhkan keterampilan abad 21 peserta didik
dengan menggunakan media LKPD yang saya tautkan pada Google Classroom.
Dalam
pelaksanaan pembelajaran ini saya melakukan tahap persiapan, pelaksanaan serta
evaluasi pembelajaran. Tahapan operasional pelaksanaan pembelajaran yang saya
lakukan dengan Dalam RPP tersebut, tahapan-tahapan pembelajaran saya rancang
dengan mencerminkan pendekatan STEM. Di SMAN 1 Banjarangkan, pembelajaran kimia
di kelas XI mendapatkan jadwal pembelajaran 1 kali dalam seminggu, selama 60
menit. Waktu pembelajaran yang saya rancang bersifat fleksibel dimana waktu
pembelajaran tidak terbatas selama 60 menit saja, melainkan kegiatan pembelajaran
bisa dilakukan lebih fleksibel dengan produk akhir yang dapat dikerjakan kurang
lebih selama 6 hari.
Langkah
selanjutnya yang saya lakukan adalah mensosialisasikan
kepada peserta didik tentang tahapan pembelajaran daring dan aplikasi yang
digunakan. Saya menggunakan fasilitas Google Classroom sebagai LMS, dimana
dalam LMS tersebut saya memberikan konten materi baik berupa bahan ajar, info
grafis maupun video sehingga peserta didik dapat memilih bahan ajar yang mudah
mereka terima sesuai dengan gaya belajar mereka. Selain itu, didalam LMS juga
terdapat kegiatan pembelajaran yang harus diikuti perserta didik serta portal
untuk pengumpulan tugas sebagi bentuk bukti fisik pembelajran yang telah
dilakukan.
Dalam tahap pelaksanaan, hal yang saya lakukan pertama yaitu
pemberitahuan kepadapeserta didik tentang kegiatan pembelajaran melalui media
group kelas WhatsApp. Selanjutnya saya mengirimkan bahan ajar tentang larutan
asam basa dan indikator asam basa pada Google Classroom diikuti dengan
pemberian Lembar Kerja Peserta Didik yang dikirim melalui Google Classroom
dalam bentuk docx, peserta didik dapat
mengerjakan langsung jawaban pada file tersebut dan dikumpulkan. Dalam LKPD
tersebut peserta didik saya minta merancang pembuatan kertas indikator asam
basa dengan bahan alam. Dalam LKPD juga diberikan arahan terkait tugas
pembuatan pelaporan melalui pembuatan video. Saya juga melakukan pemberian form
absensi dan pengisian absensi oleh peserta didik melalui google form dan tidak
lupa pemberian Evaluasi dengan tes tulis objektif menggunakan Google form.
Dengan
menggunakan Go-STEM saya
merasa berhasil menumbuhkan
keterampilan abad 21 (4C). Hal ini dapat
saya amati melalui partisipasi peserta didik yang terlihat dari LKPD peserta didik serta video
laporan yang telah mereka kumpulkan. Aktivitas peserta didik tersebut telah mencerminkan
karakter pembelajar yang berfikir kritis untuk memahami konten materi serta
menimbulkan rasa keingin tahuan. Dari rasa keingin tahuan tersebut selanjutnya
peserta didik telah dapat menunjukkan kreativitas mereka dengan merancang
pembuatan kertas indikator asam basa dengan bahan alam yang dituntun LKPD yang
diberikan dan selanjutnya di videokan sebagai laporan. Selama mengerjakan
kegiatan pembelajaran, peserta didik telah melakukan aktivitas diskusi dengan
sesama peserta didik maupun saya sebagai guru melalui group Whatsapp maupun
dalam kolom komentar Google Classroom. Selanjutnya kemampuan berkomunikasi
peserta didik telah terlihat dari cara peserta didik menjelaskan laporan yang
mereka buat dalam video.
Dengan
merancang pembelajaran ini, beban saya dan kegundahan saya terhadap tanggung
jawab yang saya emban sebagai seorang pendidik dapat terjawab. Dengan
menerapkan Go-STEM selama BDR, saya dapat memberikan ruang bagi siswa untuk
menumbuhkan keterampilan abad 21 mereka serta menghasilkan karya berupa video
praktikum mandiri sebagai wujud dari hasil pembelajaran yang telah kami
bersama-sama lakukan. Siswa memberikan tanggapan positif atas apa yang saya
lakukan. Mereka menyampaikan bahwa pembelajaran yang saya rancang membuat
mereka tertantang untuk belajar serta temotivasi untuk dapat membuat karya
video yang menarik, kreatif serta komunikatif.