Kepemimpinan Murid (Student Agency)
Apakah
kepemimpinan murid ?
Dari
paket modul 1 dan 2 sebelumnya, Bapak/Ibu telah belajar bahwa murid harus
menjadi dasar bagi semua pengambilan keputusan yang kita buat di sekolah.
Melalui filosofi dan metafora “menumbuhkan padi”, Ki Hajar Dewantara
mengingatkan kita bahwa dalam mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada
murid, kita harus secara sadar dan terencana membangun ekosistem yang
mendukung pembelajaran murid sehingga mampu memekarkan mereka sesuai dengan
kodratnya. Dengan demikian, saat kita merancang sebuah program/kegiatan
pembelajaran di sekolah, baik itu intrakurikuler, ko-kurikuler, atau
ekstrakurikuler, maka murid juga seharusnya menjadi pertimbangan utama.
Pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana kita dapat menempatkan murid dalam
proses pengambilan keputusan terkait dengan program/kegiatan pembelajaran
tersebut?
“Sesungguhnya
alam-keluarga itu bukannya pusat pendidikan individual saja, akan tetapi juga
suatu pusat untuk melakukan pendidikan sosial. Orangtua harus melakukan
pendidikan bersama dengan pusat-pusat pendidikan, dan terhubung dengan kaum
guru dan pengajar [Ki Hadjar Dewantara dalam Wasita, Tahun ke-1 No.3,
Mei 1993]”
Kita
semua tentu sepakat bahwa murid-murid kita dapat melakukan lebih dari sekedar
menerima instruksi dari guru. Mereka secara natural adalah seorang pengamat,
penjelajah, penanya, yang memiliki rasa ingin tahu atau minat terhadap berbagai
hal. Lewat rasa ingin tahu serta interaksi dan pengalaman mereka dengan orang
lain dan lingkungan sekitarnya, mereka kemudian membangun sendiri pemahaman tentang
diri mereka, orang lain, lingkungan sekitar, maupun dunia yang lebih luas.
Dengan kata lain, murid-murid kita sebenarnya memiliki kemampuan atau kapasitas
untuk mengambil bagian atau peranan dalam proses belajar mereka sendiri. Namun,
terkadang guru atau orang dewasa memperlakukan murid-murid seolah-olah mereka
tidak mampu membuat keputusan, pilihan atau memberikan pendapat terkait dengan
proses belajar mereka. Kadang-kadang kita bahkan tanpa sadar membiarkan
murid-murid kita secara sengaja menjadi tidak berdaya (learned
helplessness), dengan secara sepihak memutuskan semua yang harus murid
pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya, tanpa melibatkan peran serta
mereka dalam proses pengambilan keputusan tersebut.
Agar kita dapat menjadikan murid sebagai
pemimpin bagi proses pembelajarannya sendiri, maka kita perlu memberikan
kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola
pembelajaran mereka sendiri, sehingga potensi kepemimpinannya dapat
berkembang dengan baik. Peran kita adalah:
- Mendampingi
murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka tetap sesuai dengan
kodrat, konteks dan kebutuhannya.
- Mengurangi
kontrol kita terhadap mereka
Saat murid memiliki kontrol atas apa yang
terjadi, atau merasa bahwa mereka dapat mempengaruhi sebuah situasi
inilah, maka murid akan memiliki apa yang disebut dengan “agency”. Agency berasal
dari bahasa inggris yang diartikan sebagai kapasitas seseorang untuk
mempengaruhi fungsi dirinya dan arah jalannya peristiwa melalui tindakan
yang dibuatnya. Murid mendemonstrasikan “student agency”
ketika mereka mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat
pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan
rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar,
mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan
nyata sebagai hasil proses belajarnya.
Mengingat bahwa kata agency ini
belum ada padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia, maka untuk kepentingan
pembahasan di dalam modul ini, maka istilah student agency ini
selanjutnya akan diterjemahkan sebagai “kepemimpinan murid”.
Jika
kita mengacu pada OECD (2021), ‘kepemimpinan murid’ berkaitan dengan
pengembangan identitas dan rasa memiliki. Ketika murid mengembangkan agency, mereka
mengandalkan motivasi, harapan, efikasi diri, dan growth mindset (pemahaman
bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan) untuk menavigasi diri mereka
menuju kesejahteraan lahir batin (wellbeing). Hal inilah yang kemudian
memungkinkan mereka untuk bertindak dengan memiliki tujuan, yang membimbing
mereka untuk berkembang di masyarakat.
Konsep
kepemimpinan murid sebenarnya berakar pada prinsip bahwa murid memiliki
kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi kehidupan mereka
sendiri dan dunia di sekitar mereka. Kepemimpinan murid dapat dilihat sebagai
kapasitas untuk menetapkan tujuan, melakukan refleksi dan bertindak secara
bertanggung jawab untuk menghasilkan perubahan. Kepemimpinan murid adalah tentang
murid yang bertindak secara aktif; dan membuat keputusan serta pilihan
yang bertanggung jawab, daripada hanya sekedar menerima apa yang ditentukan
oleh orang lain. Ketika murid menjadi agen dalam pembelajaran
mereka sendiri, yaitu ketika mereka berperan aktif dalam memutuskan apa dan
bagaimana mereka akan belajar, maka mereka cenderung menunjukkan motivasi yang
lebih besar untuk belajar dan lebih mampu menentukan tujuan belajar mereka
sendiri. Lewat proses yang seperti ini, murid-murid akan secara natural
mempelajari keterampilan belajar (belajar bagaimana belajar). Keterampilan
belajar ini adalah sebuah keterampilan yang sangat penting, yang dapat dan akan
mereka gunakan sepanjang hidup mereka.
Saat
murid menjadi pemimpin dan mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran
mereka sendiri, maka hubungan yang tercipta antara guru dengan murid akan
mengalami perubahan, karena hubungannya akan menjadi bersifat kemitraan.
Dalam hubungan yang bersifat kemitraan ini, saat murid belajar
mereka akan:
- berusaha
untuk memahami tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya
- menunjukkan
keterlibatan dalam proses pembelajaran
- menunjukkan
tanggung jawab dalam proses pembelajaran mereka sendiri.
- menunjukkan
rasa ingin tahu
- menunjukkan
inisiatif
- membuat
pilihan-pilihan tindakan
- memberikan
umpan balik kepada satu sama lain.
Di
sisi lain, guru yang akan mengambil peranan sebagai mitra murid dalam belajar
akan:
- berusaha
secara aktif mendengarkan, menghormati dan menanggapi ide-ide, pendapat,
pertanyaan, aspirasi dan perspektif murid-murid mereka.
- memperhatikan
kemampuan, kebutuhan, dan minat murid-murid mereka untuk memastikan
proses pembelajaran sesuai untuk mereka.
- mendorong
murid untuk mengeksplorasi minat mereka dengan memberi mereka tugas-tugas
terbuka.
- menawarkan
kesempatan kepada murid untuk menunjukkan kreativitas dan mengambil
risiko.
- mempertimbangkan
sejauh mana tingkat bantuan yang harus diberikan kepada murid berdasarkan
informasi yang mereka miliki
- menunjukkan
minat dan keingintahuan untuk mendengarkan dan menanggapi setiap aktivitas
murid untuk memperluas pemikiran mereka.
Untuk
lebih memahami konsep kepemimpinan murid, Bapak/Ibu dapat membaca tabel berikut
ini.
Kepemimpinan Murid dan
Profil Pelajar Pancasila
Populasi
manusia Indonesia usia sekolah di masa sekarang, dalam 10-15 tahun mendatang
akan menjadi populasi terbanyak dan mendominasi usia produktif masyarakat
Indonesia. Ini sering kita sebut sebagai bonus demografi jika saja kita dapat
menumbuhkan manusia produktif Indonesia yang berkarakter baik. Namun
sebaliknya, jika karakter yang bertumbuh adalah justru karakter buruk, maka
“kutukan” demografi-lah yang akan Indonesia dapatkan. Profil Pelajar Pancasila
sebenarnya adalah visi dan harapan Indonesia untuk karakter warganya di masa
mendatang. Profil Pelajar Pancasila adalah muara dari konsep merdeka belajar
dan pemelajar sepanjang hayat yang ingin dibangun lewat upaya penumbuhkembangan
kepemimpinan murid. Melalui upaya menumbuhkembangkan kepemimpinan murid kita
menyediakan kesempatan murid untuk mengembangkan profil positif dirinya, yang
kemudian diharapkan dapat mewujud sebagai pelajar Pancasila yang tidak
hanya menjadi pribadi yang merdeka, namun juga menjadi pribadi yang
memerdekakan bangsanya.
Jika
kita telaah lebih lanjut, dengan menumbuhkembangkan kepemimpinan murid maka
secara bersamaan kita sebenarnya juga membangun karakter murid yang:
- beriman,
bertakwa, dan berakhlak mulia.
Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan mendorong murid mengembangkan
berbagai sikap-sikap positif yang merupakan pengejawantahan dari iman,
ketakwaan dan akhlak mulia.
- berkebinekaan
global. Menumbuhkembangkan kepemimpinan
murid akan melatih murid-murid kita untuk memiliki pemikiran dan
wawasan yang terbuka. Mereka akan terbiasa untuk melihat perbedaan,
menghargai beragam perspektif sehingga diharapkan dapat hidup
ditengah-tengah masyarakat yang majemuk, yang mampu menghadapi perbedaan
dan perubahan, baik dalam lingkup lokal maupun global.
- mampu
bergotong royong. Kepemimpinan
murid memungkinkan murid untuk terlibat dan berinteraksi dengan
orang lain, bekerjasama dan berkontribusi dalam masyarakat yang lebih
luas.
- mandiri. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid
mendorong murid untuk mengambil kontrol dan bertanggung jawab pada proses
pembelajarannya sendiri.
- dapat
berpikir kritis.
Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid mendorong murid untuk memiliki
kemampuan berpikir kritis karena mereka akan belajar untuk membuat
pilihan dan membuat keputusan yang bertanggung jawab.
- kreatif. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memungkinkan
murid untuk terekspos pada pengalaman belajar otentik yang menuntut mereka
untuk mampu melihat permasalahan dan secara kreatif berusaha mencari
solusi atas permasalahan tersebut.
Suara Murid, Pilihan
Murid, dan Kepemilikan Murid
Saat
murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri (atau kita
katakan: saat murid memiliki agency, maka mereka sebenarnya
memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan
kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajaran mereka.
Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan
kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri.
Tugas kita sebagai guru sebenarnya hanya menyediakan lingkungan yang
menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam
apa yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka
melaksanakan niat mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka.
1. Suara
Murid (voice)
Ketika
kita berbicara tentang “suara” murid, maka kita sebenarnya bukan hanya
berbicara tentang memberi murid kesempatan untuk mengomunikasikan ide dan
pendapat. Lebih luas dari ini, mempertimbangkan suara murid adalah tentang
bagaimana kita memberdayakan murid kita agar memiliki kekuatan untuk
memengaruhi perubahan. Suara murid yang otentik memberikan kesempatan bagi
murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa seputar apa
dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran mereka dinilai.
Mempromosikan
suara murid dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dalam banyak cara.
Suara murid dapat ditumbuhkan melalui diskusi, membuka ruang ekspresi kreatif,
memberi pendapat, merelevansikan pembelajaran secara pribadi, dan sebagainya.
Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan “suara murid”:
- Membangun budaya saling mendengarkan.
- Membangun kepercayaan diri murid bahwa setiap suara
berharga dan layak didengar.
- Memberikan kesempatan murid untuk bertanya,
memberikan pendapat, berdiskusi.
- Mendiskusikan keyakinan kelas dan membuat
kesepakatan kelas.
- Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik
terhadap proses belajar yang telah dilakukan.
- Melibatkan murid dalam menyusun kriteria penilaian.
- Melibatkan murid dalam perencanaan pembelajaran.
- Membentuk dewan murid atau komite-komite yang
anggotanya adalah murid untuk memberikan masukan kepada sekolah tentang
berbagai hal.
- Membuat daftar rutinitas bersama murid. Mintalah
masukan murid untuk mengembangkan rutinitas seputar apa yang harus
dilakukan saat tiba di kelas, saat berganti/transisi antar pelajaran,
sinyal-sinyal komunikasi yang disepakati, rapat kelas, dsb.
- Melakukan survei untuk mengetahui alat permainan apa
yang mereka inginkan ada di halaman sekolah.
- Memberikan kesempatan murid menentukan menu kantin.
- Membuat kotak saran untuk memberikan murid
memberikan saran dan masukan tentang sekolah.
- Melakukan kegiatan pembelajaran berbasis proyek.
Mengidentifikasi masalah dunia nyata yang menarik bagi murid dan kemudian
memberi kesempatan mereka untuk bekerja sama dan bertukar pikiran
tentang strategi dan solusi untuk permasalahan tersebut.
- Membuat blog murid dan majalah
dinding untuk menyuarakan aspirasi dan kreativitas murid.
- Dapatkah Bapak/Ibu
menyebutkan contoh lainnya?
2.
Pilihan Murid (Choice)
Penelitian
yang dilakukan oleh Aiken, Heinze, Meuter, & Chapman, (2016) dan
Thibodeaux et al. (2017) menyimpulkan bahwa jika kita menginginkan murid-murid
kita mengambil peran tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, maka kita harus
memberikan murid kesempatan untuk memilih apa dan bagaimana mereka akan
belajar. Memberikan pilihan pada murid dapat memberdayakan murid,
mendorong keterlibatan dalam pembelajaran, dan mengenalkan pada minat pribadi
dalam pengalaman belajar (Aiken et al, 2016). Selain itu,
memberikan murid pilihan juga meningkatkan motivasi dan otonomi murid, yang
dapat memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi murid (Bandura,
1997).
Pertanyaannya
sekarang adalah bagaimana guru dapat memberikan murid-murid ‘pilihan’ dalam
proses belajar mereka? Ada banyak cara yang dapat dilakukan.
Berikut ini adalah beberapa contoh bagaimana guru dapat mendorong dan
menyediakan “pilihan” bagi murid-muridnya.
- Membuka cakrawala murid bahwa ada berbagai pilihan
atau alternatif yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum menentukan
sebuah keputusan.
- Memberikan kesempatan bagi murid untuk memilih
bagaimana mereka mendemonstrasikan pemahamannya tentang apa yang telah
mereka pelajari.
- Memberikan kesempatan pada murid untuk memilih peran
yang dapat mereka ambil dalam sebuah kegiatan/program.
- Memberikan murid kesempatan untuk memilih
kelompok.
- Memberikan kesempatan murid untuk mengelola
pengaturan kegiatan.
- Menggunakan musyawarah untuk mengambil keputusan,
atau jika memang diperlukan melalui voting, untuk
memprioritaskan langkah tindakan atau aktivitas berikutnya. Misalnya saat
ingin belajar tentang topik tertentu, guru dapat mendiskusikan dan membuat
daftar kegiatan apa saja yang dapat mereka lakukan, kemudian meminta murid
untuk memilih mana yang ingin mereka lakukan lebih dulu.
- Mengajak OSIS membuat daftar kegiatan (event),
dan memberikan kesempatan untuk memilih mana kegiatan yang ingin mereka
lakukan di tahun ajaran ini.
- Memberi kesempatan pada murid untuk menentukan
sendiri bentuk penugasan yang mereka inginkan.
- memberikan kesempatan pada murid untuk
mempresentasikan hasil kerja/proyek sesuai dengan gaya , minat dan bakat
mereka
- memberikan kesempatan pada murid untuk menggali
sumber-sumber belajar sesuai minat mereka.
- memberikan kesempatan pada murid untuk mengevaluasi
pembelajarannya.
- memberikan kesempatan pada murid untuk menentukan
rencana, jadwal atau agenda dalam melaksanakan pembelajarannya.
Dapatkah
Bapak/Ibu memberikan contoh lainnya?
3.
Kepemilikan Murid (ownership)
Dalam
pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa saat murid berada dalam kursi
kemudi proses belajar mereka, maka mereka akan lebih bertanggungjawab terhadap
proses pembelajaran mereka sendiri dan menunjukkan keterlibatan yang lebih
tinggi dalam proses belajarnya.
Voltz
DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya yang berjudul Developing
Ownership in Learning. Teaching Exceptional Children (1993;25(4):18-22)
menjelaskan bahwa kepemilikan dalam belajar (ownership in learning)
sebenarnya mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, dan minat
pribadi seseorang dalam proses belajar. Jadi dengan kata lain, saat murid
terhubung (baik secara fisik, kognitif, sosial emosional) dengan apa yang
sedang dipelajari, terlibat aktif dan menunjukkan minat dalam proses
belajarnya, maka kita dapat mengatakan bahwa tingkat rasa kepemilikan mereka
terhadap proses belajar tinggi.
Berikut
ini adalah beberapa contoh mempromosikan “kepemilikan murid”:
- Mengajak
murid mengatur layout kelas mereka sendiri.
- Meminta
pendapat murid untuk menentukan bentuk penugasan.
- Merespon
umpan balik yang diberikan murid.
- menciptakan
lingkungan belajar di mana murid dapat menetapkan tujuan belajar dan
kriteria keberhasilan mereka sendiri, dan memantau dan menyesuaikan
pembelajaran mereka..
- Memulai
pembelajaran dengan menanyakan kepada murid apa yang mereka ketahui
tentang topik tersebut dan mendiskusikan tentang pengalaman murid tentang
topik ini serta apa yang mereka minati tentang pembelajaran.
- Memosting
ide siswa (dengan seizin murid sebagai bagian dari menghargai dan
menghormati kepemilikan murid )
- Mengkondisikan
lingkungan fisik yang mendukung kepemilikan. Misalnya membuat papan
buletin, yang dapat digunakan murid untuk menampilkan informasi tentang
pekerjaan mereka, kesuksesan mereka, dsb.
- Mengajak
murid untuk mengatur kelas mereka sendiri.
- Memajang
pekerjaan-pekerjaan murid di kelas.
- Melakukan self
assessment
- Membuat
sudut murid di salah satu bagian sekolah, kemudian memberikan jadwal untuk
setiap kelas untuk melakukan sesuatu di sudut tersebut.
- Memberi
kesempatan murid membawa sumber-sumber pembelajaran yang mungkin mereka
miliki dan meminta mereka berbagi.
Untuk
menumbuhkan kepemimpinan murid dalam proses belajar, ketiga aspek tersebut
perlu dipertimbangkan dengan baik oleh guru. Pilihan murid menjadi
penting agar murid dapat mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka.
Melalui pilihan dan kepemilikan, suara mereka dapat
diwujudkan. Perlu diperhatikan bahwa ketiga aspek ini tidak dapat
berada di lingkungan yang tidak terstruktur Ketiga aspek ini harus
disematkan dengan hati-hati dalam lingkungan belajar yang menumbuhkembangkan
elemen-elemen tersebut secara otentik. Lingkungan belajar yang seperti ini akan
mensyaratkan seluruh anggota komunitas untuk ikut terlibat dalam prosesnya.
Contoh Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice),
Pilihan dan Kepemilikan Murid
Untuk lebih memperdalam pemahaman Bapak/Ibu
terkait dengan elemen pilihan, kepemilikan dan suara ini, silahkan Bapak/Ibu
lihat beberapa contoh program atau kegiatan sekolah yang disajikan dalam narasi
situasi dan video berikut ini.
Situasi 1
Bu Dian mengajar di Kelas 1 SD. Di awal
tahun ajaran baru ia ingin melibatkan murid-muridnya mengatur sendiri ruang
kelas mereka. Bu Dian ingin murid-muridnya memiliki rasa kepemilikan
terhadap kelas mereka sehingga mereka akan secara sadar menjaga dan memelihara
kelasnya dengan baik. Ia kemudian meminta murid-muridnya untuk bekerja kelompok
merancang layout kelas. Setiap kelompok diberikan selembar kertas dan
mendiskusikan lalu memutuskan dimana mereka akan meletakkan loker, kursi, meja,
tempat sampah, keranjang buku, lemari buku, meja guru, dsbnya. Karena
murid-murid kelas 1 belum bisa menulis, maka mereka boleh menggambar.
Setelah itu setiap kelompok akan menjelaskan layout kelas kelompok mereka di
depan kelas. Murid-murid lain dapat memberikan pertanyaan tentang layout
tersebut. Setelah semua kelompok melakukan presentasi, mereka kemudian harus
memutuskan layout mana yang akan dipilih untuk diimplementasikan. Setelah
dilakukan pemilihan, terpilihlah satu layout yang paling ingin
diimplementasikan oleh murid di kelas tersebut. Namun, Ibu Dian lalu menyadari
bahwa layout pilihan tersebut menurut kacamata dia sebagai guru sepertinya
adalah layout yang “paling sulit untuk dilakukan dan paling tidak efektif”.
Namun karena itu yang paling banyak dipilih, dan karena Ibu Dian ingin
menghargai pilihan murid, Ibu Dian tetap mewujudkan layout tersebut.
Setelah beberapa hari mengimplementasikan layout tersebut, Ibu Dian bertanya
kepada murid-muridnya “apakah menurut kalian, layout ini membantu kalian untuk
belajar, bergerak dan berinteraksi dengan baik di kelas?”. Bu Dian
memberikan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk membantu siswa berefleksi.
Ternyata murid-murid Ibu Dian juga merasa bahwa layout tersebut tidak efektif.
Ada yang yang bilang tempat sampahnya ternyata kejauhan. Atau ternyata letak
lemari bukunya menghalangi orang untuk melihat ke luar jendela. Setelah
melakukan refleksi, Ibu Dian lalu mengajak murid-muridnya untuk memberikan
saran bagaimana agar layout kelas mereka bisa lebih efektif. Berdasarkan
masukan murid-murid, di minggu berikan layout kelas mereka pun diubah kembali
menjadi lebih efektif.
Situasi 2
Murid-murid Pak Waluyo, guru Kelas 5 SD, sedang
mempelajari sebuah unit pembelajaran tentang “Pesawat Sederhana”. Mereka
mempelajari tentang konsep “gaya fisika” dan berbagai alat bantu
sederhana (misalnya tuas, katrol, bidang miring, dsb.) yang
dapat memudahkan pekerjaan manusia. Mereka juga mempelajari tentang kerja
pesawat sederhana. Salah satu kegiatan belajar yang dilakukan Pak Waluyo adalah
mengajak murid menemukan berbagai contoh pesawat sederhana yang ada atau
digunakan di sekolah mereka, misalnya seperti perosotan, jungkat-jungkit,
bidang miring, dan lain-lain. Murid-murid juga diajak untuk mendiskusikan
bagaimana pesawat sederhana tersebut bekerja. Mereka pun melanjutkan diskusi
dan pembelajaran di kelas dengan melakukan riset, eksperimen, dsb, baik dalam
bentuk kerja kelompok maupun individual. Sebagai tugas sumatif, mereka
mendapatkan tugas kelompok berupa proyek merancang sebuah model alat, yang
mengaplikasikan konsep-konsep terkait pesawat sederhana untuk
menyelesaikan permasalahan di sekolah mereka. Jadi murid diminta untuk
mengidentifikasi permasalahan yang ingin dipecahkan, pesawat sederhana yang
dapat digunakan, membuat desain modelnya dengan bahan-bahan bekas dan
sederhana, kemudian mempresentasikannya. Usai sesi presentasi dan refleksi bersama,
Pak Waluyo kemudian kembali mengundang murid untuk berpikir soal aksi nyata
yang dapat mereka lakukan dengan pengetahuan “pesawat sederhana” yang baru saja
mereka pelajari, untuk menyelesaikan permasalahan di tengah masyarakat dan
lingkungan sekitar mereka. Dalam
proses ini, masalah, ide, rencana, inovasi solusi, dan eksekusinya diserahkan
kepada murid untuk dikerjakan secara mandiri dengan dukungan Pak Waluyo sebagai
guru, dan orang tua. Dari tantangan tersebut, ternyata kemudian muncul
beberapa solusi nyata dan orisinil dari murid. Salah satunya, datang dari salah
satu murid yang gemar berenang dan menjadi tim renang di klub renang dekat
rumahnya. Ia mencermati bahwa balok start kolam renang di klub renang mereka terlalu
miring dan permukaannya terlalu licin, sehingga menurutnya itu tidak
aman. Sang Murid kemudian menyusun penjelasan yang melandasi kekhawatirannya
itu berdasarkan pemahamannya tentang friksi gesekan dan gaya yang bekerja
pada bidang miring. Ia khawatir saat anak-anak menggunakan kolam renang
tersebut dan mereka tidak hati-hati, maka akan berbahaya. Ia juga berkonsultasi
dengan orangtua dan Pak Waluyo untuk menguatkan argumen yang disusunnya.
Akhirnya, sang murid dengan bantuan Pak Waluyo membuat janji bertemu dengan
pengelola kolam. Murid tersebut kemudian mempresentasikan kekhawatiran dan
rekomendasi perbaikan balok star tersebut. Pengelola kolam sangat kagum dan
langsung merencanakan untuk masuk segera dalam proyek perbaikan bulan
mendatang. Tak lama kemudian, balok star itu pun selesai diperbaiki.
Situasi 3
Di masa Pandemi ini, Ibu Santi, seorang guru PAUD sangat
menyadari bahwa meskipun murid-murid belajar dari rumah, murid-murid harus
tetap mendapatkan pengalaman belajar yang akan membantu mereka mengembangkan
seluruh aspek perkembangan anak secara maksimal. Kebetulan, sekolahnya
menerapkan sistem Belajar dari Rumah, yang mengkombinasikan pembelajaran
sinkron dan asinkron. Di dalam jadwal pelajaran setiap harinya, akan ada waktu
murid bertemu guru secara daring melalui Google Meet, namun akan ada juga waktu
bagi murid-murid ini untuk melakukan kegiatan secara mandiri di rumah.
Tujuannya, disamping agar murid-muridnya tidak terlalu lama berhadapan dengan
layar komputer, namun yang paling penting Ibu Santi merasa murid-muridnya yang
masih kecil-kecil ini perlu untuk belajar melalui kegiatan yang bersifat nyata.
Bu Santi kemudian membuat rancangan aktivitas pembelajaran yang tertuang dalam
bentuk ‘Choice Board’ atau “Papan Pilihan”. Choice board ini berbentuk
kotak-kotak (terdiri dari 9 kotak). Di dalam setiap kotak dalam kisi-kisi
tersebut, bu Santi menuliskan instruksi untuk berbagai aktivitas berbeda yang
dapat dilakukan oleh murid dalam satu hari. Instruksinya cukup sederhana
dan juga dilengkapi dengan gambar. Jenis aktivitasnya juga sederhana,
namun meliputi aktivitas yang mengembangkan keterampilan kognitif, fisik-
motorik, bahasa, sosial emosional, moral-agama, dan seni. Salah satu
kotak dari 9 kotak tersebut juga dikosongkan oleh bu Santi untuk memberikan
kesempatan murid menentukan sendiri satu kegiatan yang ingin mereka lakukan
bersama orang tua.
Beberapa contoh kegiatan yang dimasukkan
dalam grid tersebut,misalnya:
di kotak 1: bu Santi meminta murid membuka
dan menutup sebanyak mungkin tutup botol atau toples yang ada di rumah.
di kotak 2: bu Santi meminta murid
ke luar rumah, melihat awan, dan kemudian menggambarnya.
di kotak 3: bu Santi meminta murid
untuk menghitung jumlah kaus yang ada di lemari pakaiannya dan mengidentifikasi
warnanya.
di kotak 4: bu Santi meminta murid
untuk melihat ke dapur mereka dan mengidentifikasi ada warna apa yang mereka
lihat di sana.
dsb.
Kesemua aktivitas yang diminta dapat dilakukan secara
mandiri oleh murid atau dengan sedikit supervisi dari orang tua atau orang
dewasa di rumah. Choice Board dibuat oleh guru dalam bentuk yang menarik
dan dikirimkan oleh guru kepada orang tua melalui grup whatsapp. Choice board
ini akan dikirimkan kepada orang tua setiap minggu sekali dan akan terdiri dari
choice board yang berbeda setiap harinya (ada choice board untuk Senin, Selasa,
dsb). Terkadang, di choice board yang berbeda hari akan ada kegiatan yang
berulang, karena ada beberapa keterampilan yang memang harus dilatih, sehingga
menurut bu Santi pengulangan perlu dilakukan. Saat pertemuan di Google Meet di
pagi hari, bu Santi akan menjelaskan instruksi-instruksi yang ada dalam choice
board tersebut. Ibu Santi memperbolehkan murid untuk memilih kegiatan apa saja
yang mereka ingin lakukan, mana kegiatan yang ingin dilakukan lebih dulu dan
kapan mereka mau melakukannya. Murid juga dipersilahkan memberikan ide kegiatan
pada guru yang akan kemudian dimasukkan oleh guru dalam choice board di hari
berikutnya. Karena bu Santi memahami orang tua mungkin bukan guru, maka setiap
akhir minggu (biasanya di hari Jumat) bu Santi juga akan meluangkan waktu untuk
bertemu dengan para orang tua murid untuk menjelaskan choice board untuk
seminggu ke depan. Bu Santi akan menjelaskan maksud dari setiap kegiatan yang
diberikan, tujuannya dan bagaimana orang tua atau orang dewasa lain di rumah
dapat membantu memastikan agar tujuan pembelajaran bisa tercapai. (misalnya:
pertanyaan apa yang harus diajukan pada murid saat mereka melakukan kegiatan
tersebut, panduan pengerjaannya, dsbnya). Bu Santi ingin orang tua tidak hanya
memastikan murid mengerjakan aktivitasnya, tetapi juga memahami tujuan
pembelajaran dibaliknya. Di hari berikutnya, saat pertemuan google meet
kembali, bu Santi kemudian akan meminta murid-muridnya untuk melakukan refleksi
terhadap kegiatan yang telah dilakukan di hari sebelumnya.
Situasi 4
Dalam masa pandemi ini, Pak Bahri, seorang kepala sekolah
SMA merasa galau karena sudah selama 1 tahun ajaran, semua kegiatan ekstra
kurikuler di sekolahnya harus dihentikan. Ia merasa murid-muridnya masih perlu
melakukan berbagai kegiatan yang dapat mengasah minat dan bakat murid, meskipun
di masa pandemi. Namun ia bingung, dengan segala keterbatasan di masa pandemi
ini, kira-kira kegiatan apa yang menarik minat murid dan masih memungkinkan
untuk dapat dilakukan secara daring. Ia kemudian mengajak murid-murid yang
menjadi anggota OSIS untuk bertemu secara daring. Setelah menanyakan kabar,
perasaan, dan umpan balik mereka tentang kegiatan pembelajaran daring yang
selama ini dilakukan, barulah Pak Bahri kemudian menyampaikan kegalauannya. Ia
tanyakan apakah murid-murid merasakan kegalauan yang sama dengannya. Dari
pertemuan tersebut, ia mengetahui ternyata murid-murid juga merasakan kegalauan
yang sama. Ia lalu menanyakan apakah anak-anak memiliki saran atau gagasan,
bagaimana mereka dapat tetap mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, walaupun
secara daring, dan apa saja kegiatan-kegiatan yang sekiranya menarik minat
murid-murid. Ternyata, murid-murid memiliki banyak sekali gagasan yang luar
biasa tentang ragam aktivitas yang dapat dilakukan. Namun, ada beberapa
kegiatan yang disarankan yang sepertinya sulit untuk dilakukan, karena Pak
Bahri merasa bahwa tidak ada guru yang memiliki keahlian untuk dapat
mengajarkan kegiatan tersebut. Pak Bahri pun menyampaikan kesulitan tersebut
kepada para anggota OSIS. Ternyata, murid-murid malah memberikan ide untuk
meminta agar murid saja yang mengajar kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Mereka
rupanya mengetahui ada salah satu teman mereka yang “ahli’ melakukan hal
tersebut. Mereka mengatakan, guru cukup mensupervisi kegiatannya saja,
tetapi murid yang memang memiliki keahlian tersebutlah yang akan mengajarkan
teknik-tekniknya. Mereka juga bahkan mengajukan diri untuk membantu membujuk
anak tersebut agar bersedia menjadi ‘guru’ untuk kegiatan ekstra kurikuler
tersebut. Akhirnya, atas kesepakatan bersama, mereka memutuskan untuk melakukan
beberapa kegiatan ekstrakurikuler. Ada kegiatan yang diajar oleh guru, dan
untuk beberapa kegiatan yang tidak dapat diajarkan oleh guru, diajarkan oleh
murid-murid dengan supervisi guru. Mereka lalu mendiskusikan jadwal, sumberdaya
yang diperlukan, dan pengorganisasiannya. Dibantu oleh OSIS akhirnya kegiatan
tersebut dipromosikan dan ternyata, animo murid untuk terlibat dalam kegiatan
ekstrakurikuler tersebut sangat besar. Pak Bahri pun merasa senang.
Situasi 5.
Dalam satu kesempatan, sebuah SMK menjalankan
pembelajaran terintegrasi berbasis proyek. Mata pelajaran normatif yang terkait
adalah Bahasa Indonesia (BI), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai
mata pelajaran adaptif, dan mata pelajaran Teknologi Pakan Ternak (TPK) sebagai
mata pelajaran produktif. Guru pelajaran TPK menantang murid untuk
mengidentifikasi potensi pakan ternak organik dari lingkungan dan masyarakat
sekitar berikut permasalahannya, kemudian menawarkan solusi untuk
mengembangkannya. Tawaran solusi akan dipaparkan melalui presentasi yang secara
teknis akan dinilai oleh Guru TIK dan secara konten bahasa akan dinilai oleh
Guru BI. Dalam perjalanan, para murid terlebih dahulu memutuskan untuk
menciptakan pakan ternak organik bagi peternakan ayam negri (broiler) di
sekolahnya. Selama ini pakan yang digunakan adalah pakan jadi yang dibeli oleh
sekolah. Para murid kemudian mencari, dan menguji coba berbagai sumber pakan
organik di sekitar lingkungan mereka dan mengolahnya menjadi pakan ayam
broiler. Akhirnya, mereka pun menemukan sumber pakan yang paling cocok dan
ekonomis untuk skala produksi kala itu adalah cacing sutra yang diternak cukup
banyak oleh masyarakat di sekitar sekolah. Setelah beberapa uji coba, mereka
juga menemukan bahwa daging ayam broiler yang mengkonsumsi pakan dengan bahan
utama cacing sutra memiliki massa daging lebih
banyak dibanding yang mengkonsumsi pakan ternak biasa. Sekolah melihat hal ini
dan menghubungkan para murid dengan media TV lokal untuk membagikan apa yang
mereka lakukan. Tak dikira, hal tersebut dianggap menarik oleh sebuah waralaba
ayam goreng internasional yang beroperasi di kabupaten mereka dan memutuskan
untuk menguji dan akhirnya menyatakan bahwa produk daging ayam broiler
murid-murid ini layak untuk digunakan. Para murid pun diminta untuk
memasok sebagian daging ayam untuk franchise tersebut. Selain memproduksi
sendiri daging ayam broiler di sekolah, para murid juga mengajak masyarakat
peternak broiler di sekitar sekolah untuk menggunakan pakan buatan mereka
sehingga menghasilkan volume daging
yang cukup untuk memasok daging ayam ke waralaba tersebut.
Situasi 6
Dalam perjalanan menuju sekolah, seorang
murid di sebuah SMK jurusan mesin melihat seorang ibu yang mengalami kesulitan
saat memarut kelapa karena parutan sudah rusak. Melihat hal itu, murid
mempunyai ide untuk dapat membantu kesulitan ibu tersebut dengan memanfaatkan
alat yang ada di sekolah untuk dibuat mesin parut kelapa. Meskipun berbagai
jenis mesin parut kelapa sudah banyak tersedia, tapi murid itu
berkeinginan untuk memanfaatkan bahan-bahan bekas yang dimiliki sekolahnya.
Gagasan untuk membuat mesin parut sederhana kemudian disampaikan kepada Bu Sri,
gurunya. Setelah mendengarkan cerita dan gagasan murid, Bu Sri menyetujui dan
memberikan kesempatan pada murid untuk mencari solusi permasalahan tersebut. Bu
Sri meminta mereka mencari tahu dan mempelajari tentang cara kerja mesin parut
yang sederhana terlebih dulu. Karena pembuatan mesin parut bukan hal yang cukup
mudah, murid berinisiasi untuk bekerja bersama dengan beberapa murid. Dengan
bimbingan guru mereka pun dapat mengembangkan ide dan alternatif jenis alat,
bahan, cara kerja mesin yang dapat membantu pekerjaan memarut kelapa tersebut.
Dalam kurun waktu kurang dari seminggu, sebuah mesin parut sederhana sudah
berhasil diciptakan. Murid-murid mulai menguji cobakan jalannya mesin tersebut,
ternyata ada beberapa bagian yang terasa belum bisa digunakan secara efektif
dan efisien. Melihat hal tersebut, dilakukan diskusi bersama, masing-masing
menyampaikan ide-ide dan mencari berbagai alternatif solusi agar mesin itu bisa
bekerja dengan efektif dan efisien. Dengan menggunakan alternatif solusi dari
beberapa murid, mesin itu pun diujicobakan kembali. Hasil kerja mesin tersebut
ternyata dapat bekerja dengan baik sesuai yang diharapkan. Pada akhirnya murid
tersebut membuat 2 mesin sederhana untuk memarut kelapa dan menyerahkan kepada
ketua lingkungan setempat. Ketua lingkungan yang diwakili oleh RT dan RW
setempat mengapresiasi hasil karya murid SMK tersebut dan meminta mereka untuk
berbagi keterampilan membuat mesin pemarut kelapa sederhana kepada pemuda
di Karang Taruna lingkungan. Pihak RT dan Rw menyediakan fasilitas
tempat, peralatan, dan bahan-bahan yang diperlukan oleh
murid-murid. Pihak sekolah menyambut baik dan memberikan kesempatan
lagi kepada murid-murid untuk mendiskusikan dan mempersiapkan kegiatan
berbagi keterampilan kepada pemuda di lingkungan sekitar sekolah.
Analisis situasi:
Jenis Kegiatan atau program apakah yang
dideskripsikan tersebut? Apakah intrakurikuler, ko-kurikuler, atau
ekstrakurikuler? Dalam setiap situasi, identifikasilah dibagian mana dan
bagaimana guru mencoba mempertimbangkan ‘suara’; ‘pilihan’; dan ‘kepemilikan’
murid untuk mendorong tumbuhnya kepemimpinan murid. Jelaskan jawaban Bapak/Ibu.
Situasi 1: kegiatan kokurikuler, Suara: meminta
merancang layout lekas; pilihan: memutuskan layout yang disepakati;
kepemilikan: Bersama-sama melakukan refleksi atas layout yang dipilih.
Situasi 2: Kegiatan Intrakurikuler. Suara: melakukan
diskusi dan presentasi; pilihan: memilih alat/barang yang yang menerapkan
prinsip pesawat sederhana dan melakukan identifikasi sesuai pilihan mereka;
Kepemilikan: melakukan refleksi dan memikirkan aksi nyata.
Situasi 3: Kegiatan Intrakurikuler. Suara: Murid juga
dipersilahkan memberikan ide kegiatan pada guru yang akan kemudian dimasukkan
oleh guru dalam choice board di hari berikutnya; Pilihan: Ibu Santi
memperbolehkan murid untuk memilih kegiatan apa saja yang mereka ingin lakukan;
Kepemilikan: Bu Santi meminta murid melakukan refleksi terhadap kegiatan yang
telah dilakukan.
Situasi 4: Kegiatan Ekstrakurikuler. Suara:
Mendengarkan masukan dari anak-anak OSIS tentang pelaksanaan ekstrakurikuler;
Pilihan: menentukan ekstrakurikuler yang akan dilakuka; Kepemilikan: mengajak siswa mendiskusikan jadwal,
sumberdaya yang diperlukan, dan pengorganisasiannya.
Situasi 5: Kegiatan Kokurikuler. Suara: mengajak
siswa mengidentifikasi potensi pakan ternak organik dari lingkungan dan
masyarakat sekitar berikut permasalahannya dan solusinya; Pilihan: memutuskan untuk menciptakan pakan ternak
organik bagi peternakan ayam negri; Kepemilikan: memproduksi dan memasarkan ayam
mereka dan mengajak masyarakat untuk menerapkan apayang mereka lakukan.
Situasi 6: Kegiatan Kokurikuler. Suara: Bu Sri
mendengarkan gagasan tentang membuat alat pemarut kelapa; Pilihan: Melakukan
diskusi untuk menentukan pilihan ide dalam penyempurnaan alat; Kepemilikan:
Memberi kesempatan untuk menjalin kerjasama dengan karang taruna dalam
pengembangan alat lainnya.
Situasi 7: Kegiatan Kokurikuler. Suara: komunikasi
dan gagasan apa yang dijual dalam kegiatan pasar; Pilihan: Kesempatan memilih
peran yang akan diambil di Pasar; Kepemilikan: Dapat merasakan tanggung jawab
dalam perannya dan menentukan criteria keberhasilannya sendiri.